Senin, 14 Desember 2009

Obituarium


Selamat Jalan Mbok Tinah...

Oleh: Puguh Utomo


Hari Minggu siang, 6 Desember 2009 di pemakaman di pinggir Desa Balongrejo, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk itu menjadi tempat peristirahatan terakhir mendiang Mbok Tinah (60 tahun, bukan nama sebenarnya). Hari itu agaknya sedikit orang yang ikut melayat sampai di kuburan karena sebagian warga berangkat bekerja. Namun, hampir setiap warga desa sudah melayat di rumah duka. Dua hari sebelum menghembuskan napas terakhir, Mbok Tinah sempat dirawat di rumah sakit selama dua hari karena gangguan pernapasan. Penyakit itu telah lama diidapnya.

Sekadar diketahui, menurut informasi, Mbok Tinah ini dulu sewaktu masih mudah, sekitar tahun 1970-an, dihamili oleh seorang pemuda tetangganya. Namun, itu adalah kehamilan di luar nikah. Pemuda yang menghamili Mbok Tinah pun tidak mau bertanggung jawab. Pemuda itu didesak oleh keluarga besarnya agar tidak melangsungkan pernikahan dengan Mbok Tinah.

Singkat cerita, anak Mbok Tinah pun lahir. Pada usia 6 tahun, anak Mbok Tinah diberitahu siapa ayah biologisnya. Sayang, ayah biologisnya tidak mau dipanggil sebagai ayah. Bahkan, ayah biologisnya itu sempat membentak anak Mbok Tinah. Anak Mbok Tinah pun terkejut dan akhirnya sakit. Sakit itu akhirnya mengantarkan anak satu-satunya Mbok Tinah itu berpulang pada rahmatullah. Setelah peristiwa itu, pihak keluarga Mbok Tinah pun bermaksud mencarikan suami untuk Mbok Tinah. Namun, itu tidak berhasil. Sementara pemuda yang menghamili Mbok Tinah telah dinikahkan dengan orang lain. Hari itu laki-laki yang pernah menghamilinya juga ikut melayat ke kuburan Mbok Tinah.

Mbok Tinah pun tetap berjuang menjalani hari-hari dalam hidupnya. Sampai akhirnya Mbok Tinah tidak sanggup melawan penyakitnya. Malam selepas maghrib pihak keluarga Mbok Tinah pun menyelenggarakan bidaan selama tujuh hari berturut-turut. Bidaan itu dilakukan untuk memperingati atas wafatnya Mbok Tinah. Sejak hari pertama meninggalnya Mbok Tinah, nanti hari yang ke 40 maupun hari yang ke 1000 juga akan dilakukan peringatan atas meninggalnya mendiang Mbok Tinah.

Memang, Mbok Tinah bukan siapa-siapa. Saya pun tidak mengenal Mbok Tinah. Saya hanya tahu bahwa beliau adalah tetatangga di dusun saya. Entah bagaimana cerita yang sesungguhnya, tetapi saya mendengar cerita tentang kisah Mbok Tinah ini dari ibu saya. Rasa ke-terharuan-an membuat saya menulis tentang Mbok Tinah yang karena status perempuan-nya pernah diposisikan sebagai individu yang lemah. Saya sendiri yang kini berumur 25 tahun pun tidak pernah berbicara dengan Mbok Tinah. Jangankan berbicara, bertatap muka pun saya tidak pernah. Akan tetapi, hari itu saya ikut melayat sampai ke kuburan, tempat Mbok Tinah disemayamkan untuk selama-lamanya.

Selamat jalan Mbok Tinah...

Puguh Utomo

Alumnus Prodi Sosiologi

FISIP, Universitas Jember



Pernikahan

Lingkaran Cinta Alumni SMADA

Oleh: Puguh Utomo

Tahun 2009 ini agak istimewa bagi saya. Mengapa? Karena pada tahun itu saya telah menghadiri undangan pernikahan empat orang teman yang dulu sama-sama lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 2003. Kemudian, empat pasangan yang telah menemukan jodohnya yang sama-sama satu almamater saat Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 (SMADA) Nganjuk. Ada yang dapat beda angkatan, tetapi ada pula yang dapat satu angkatan. Saat datang pada resepsi mereka, nuansanya pun seperti reuni.

Pada saat yang sama, saya pun berpikir bahwa lingkaran cinta juga terjadi antar-alumnus SMADA. Dari hal itu, dapat ditengarai bahwa cinta dalam hal ini lebih mendekati arti cinta-romantis atau cinta-asmara. Dengan kata lain, hubungan yang didasari atas cinta antara laki-laki dan perempuan yang ditandai dengan janji suci dan ikatan sakral yang terlembagakan bernama pernikahan.

Syukur dan selamat untuk mereka yang telah menikah. Melalui pernikahan itu mereka telah melalui satu tahap dalam kehidupan. Dalam kehidupan pun hampir setiap orang memimpikan sebuah pernikahan. Apalagi pernikahan yang bahagia dan membawa berkah. Dengan ikatan sakral itu pula mereka telah membentuk keluarga dan menjalankan peran dan fungsinya dalam masyarakat.

Menurut informasi, sampai penghujung tahun 2009 ini telah ada sepuluh pasangan yang telah maupun akan melangsungkan pernikahan. Sepuluh pasangan itu adalah sama-sama alumnus SMADA. Dalam tulisan ini sengaja tidak disebutkan siapa saja mereka. Informasi itu sendiri beredar di kalangan alumni 2003. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan sepuluh pasangan itu terbatas pada alumni 2003.

Memang, mereka yang telah melangsungkan pernikahan tidak semuanya berjodoh dengan alumnus SMADA. Sebagian berjodoh dengan seseorang yang non-alumnus SMADA. Sementara itu, untuk kasus alumni 2003 mereka yang berjodoh dengan sesama alumni SMADA dapat dihitung dengan jari. Lagi pula, dalam proses cinta yang alamiah, sungguh mustahil jika setiap alumnus SMADA berjodoh dengan sesama alumnus SMADA.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada sebagian alumnus SMADA telah muncul benih-benih cinta sejak SMA meskipun cinta sendiri adalah naluriah yang juga muncul pada pra-SMA. Apabila kembali pada pengertian cinta seperti di atas maka tidaklah lazim jika melangsungkan pernikahan saat masih SMA. Faktor usia yang di bawah 20 tahun, aturan sekolah, bahkan tuntutan secara hukum, sosial maupun ekonomi umumnya masih sulit dilakukan pernikahan pada masa-masa itu. Hal itu berbeda dengan sekarang, rata-rata usia mereka yang sampai 2009 ini adalah 25 tahun.

Setiap orang pun memiliki pengalaman yang berbeda-beda akan cinta. Dari hal itu, di antara sekian sifat cinta, dapat dikatakan bahwa cinta itu terkadang misterius. Banyak sisi yang seseorang alami tentang cinta. Dalam perjalanan cinta, selain atas kehendak diri seseorang, juga tidak dapat dilepaskan dari kekuatan dan kekuasaan keilahian.

Banyak orang bilang bahwa cinta itu adalah kehidupan itu sendiri. Dalam kaitan ini, secara umum, tentu alumni SMADA tahu tentang cinta. Barangkali mereka, misalnya mengetahui dari pengalaman orang lain, pengalaman langsung dari diri sendiri, membaca buku, membaca majalah, atau bahkan mungkin dari lirik lagu. Bahkan, nilai-nilai dalam agama pun dapat dijadikan sumber untuk mengenali cinta.

Sekali lagi, syukur dan selamat untuk mereka yang telah melangsungkan pernikahan maupun yang akan melangsungkan pernikahan dan mereka yang masih berjuang dalam perjalanan cinta menuju kehidupan rumah tangga...

Puguh Utomo

Alumnus SMADA 2003 dan

Alumnus Prodi Sosiologi

FISIP, Universitas Jember