Sabtu, 14 Mei 2011

Guru Jegog (menempeleng) Siswa

Guru Jegog (menempeleng) Siswa

Kasihan siswa itu. Kamis, sore hari, 12 Mei 2011 dalam program berita, sebuah stasiun televisi menayangkan guru yang menempeleng seorang siswa, laki-laki. Ibu guru yang tampak sudah berumur itu jegog atau jegug berulang kali seorang siswa saat mengerjakan ujian nasional (UN) di sebuah Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Keesokan pagi harinya sebuah stasiun televisi lainnya juga menayangkan peristiwa penggamparan tersebut. Saya berusaha mencari arsip berita itu di internet, tetapi tidak menemukan.

Dalam Kamus Jawa-Indonesia (2004) karya Purwadi, jegog atau jegug ini berarti di tekan kepalanya. Orang Jawa tentu tahu arti istilah jegog. Saya sebetulnya kesulitan mencari padanan kata jegog ini. Akan tetapi, jegog itu agaknya satu makna dengan tampar, tempeleng, dan pukul. Namun, tampar biasanya memukul pipi dengan telapak tangan.

Kemudian, demi etika jurnalistik, kamera menyamarkan tapak tangan kanan si guru saat menekan-nekan kepala si siswa. Wajah dan kepala siswa yang di-jegog itu juga disamarkan. Namun, pemirsa tentu tahu, tangan si guru membentur-benturkan kepala siswa berulang kali. Si guru tidak disamarkan. Saat membentur-benturkan kepala, si guru juga membentak-bentak siswa yang duduk di bangkunya, belakang kelas tersebut.

Guru tampak kesal karena siswa tersebut tampak sulit menuliskan biodata di kertas lembar jawaban saat UN. Dalam berita di televisi itu juga dikatakan siswa tersebut awalnya terlambat masuk kelas saat UN. Saat diperlakukan seperti itu, siswa tersebut diam saja. Kameramen televisi juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dalam tayangan itu juga disebutkan siswa tersebut tergolong tuna rungu. Karenanya bersekolah di SDLB.

Entah bagaimana kenyataan yang sesungguhnya. Mungkin si guru berwatak mudah marah. Selama menjalankan profesinya mungkin sang guru terbiasa dengan gaya mengajar kemarahan. Terkadang memang ada tipe guru seperti itu. Dari raut wajah siswa yang di-jegog-nya tidak tampak dia siswa yang bandel.

Kadang-kadang memang tidak mudah mengendalikan amarah. Khususnya saat menghadapi siswa dengan berbagai sikap, kepribadian, penampilan fisik dan latar belakang hidupnya. Saat guru mengabsen dan ada siswa yang acungkan tangan dengan tangan kiri maka mungkin guru bisa marah. Sikap siswa itu tentu tidak sopan. Marah adalah sifat dan sebetulnya bisa dikendalikan.

Namun, bagaimanapun juga tindakan guru itu tidak terpuji. Tidak pantas dilakukan oleh seorang guru. Pemirsa yang menyaksikannya akan banyak yang menyayangkan tindakan guru tersebut. Tindakannya termasuk kekerasan dalam bentuk fisik maupun verbal. Kekerasan fisik bisa menimbulkan luka fisik. Kekerasan verbal atau kekerasan dalam bentuk kata-kata kasar bisa menyisakan luka batin.

Secara pribadi saya kasihan dengan siswa itu. Saya juga menyesalkan atas tindakan guru tersebut. Kejadian yang ditayangkan televisi itu menjadi pelajaran bagi pemirsanya. Tindakan seperti itu salah. Guru yang tidak disamarkan dalam tayangan itu pun sebagai bentuk sanksi atas tindakannya yang keliru.


Senin, 09 Mei 2011

Bagaimana Menulis Artikel?

Bagaimana Menulis Artikel?

Seorang teman pada 21 April 2011 lalu untuk kali pertama bertanya pada saya tentang bagaimana menulis sebuah artikel. Berikut ini pertanyaan yang dia lewatkan surat elektronik. “1) Sebenarnya apa inspirasi Mas ketika menuliskan sebuah artikel?; 2) Bagaimana caranya menuliskan sisi menarik dari sebuah artikel agar banyak dibaca?; 3) Bagaimana sih "prosedur" penulisan artikel?; 4) Bagaimana memilih topik yang tepat untuk blog kita?.

Teman saya itu lulus SMA tahun 2010 pada program IPS. Dia tetangga depan rumah saya. Setelah lulus dari SMA dia merantau ke Tangerang. Orang biasa menyebutnya merantau ke Jakarta. Saya pernah bertemu dengannya sekali di perpustakaan umum daerah Kabupaten Nganjuk. Selama di rumah, saya hampir tidak pernah berbincang-bincang dengannya. Lagi pula, dia juga baru tahu saya mengelola blog saat dia di luar kota.

Teman saya itu juga mengelola dua blog. Saya pernah mengunjungi salah satu blognya dan memberi komentar meskipun sedikit. Seorang bloger biasanya senang tulisannya dikomentari. Komentar itu wujud perhatian terhadap pemilik blog. Saling mengunjungi, membaca blog, mengomentari blog itu penting untuk bloger.

Saya sebetulnya tidak bisa menjawab ke empat pertanyaan tersebut. Pada dasarnya artikel adalah tulisan. Tesaurus Bahasa Indonesia (2006) juga menulis artikel antara lain satu makna dengan esai, karangan, makalah, dan tulisan. Namun, secara sempit saya menilai bentuk tulisan seperti yang di kolom opini sebuah koran itulah yang disebut artikel. Umumnya ditulis oleh seorang yang kompeten di bidangnya. Lazimnya juga disebut sebagai kolumnis.

Sementara yang saya tulis di blog itu saya anggap sebatas tulisan yang umumnya ringan. Sering saya tulis dari sudut pandang orang pertama atau “aku”. Misalnya tulisan yang saya publikasikan ini. Jadi, nilai seni dan bobot tulisan masih lebih tinggi artikel daripada tulisan. Artikel bisa memuat suatu wacana yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Karenanya dipublikasikan di koran.

Banyak teori tentang menulis. Buku tentang bagaimana menulis artikel juga banyak yang diterbitkan. Khususnya bagaimana kiat agar sebuah artikel bisa dimuat di koran. Di internet juga banyak panduan tentang bagaimana menulis. Work shop tentang kepenulisan juga memberikan arahan tentang bagaimana menulis. Saya sendiri belum bisa menulis dan dimuat di koran. Pernah satu dua kali mengirimkan, tetapi tidak dimuat. Tulisan saya hanya termuat di blog saya sendiri. Pengunjung, pembaca, maupun orang yang mengomentarinya pun sedikit.

Hendaknya teori itu juga diiringi oleh praktik, yakni menulis. Umumnya menulis ini adalah proses. Awalnya mungkin sebuah tulisan itu jelek. Namun, dalam teori menulis, lambat laun ada kemungkinan seseorang akan menemukan gaya tulisannya yang orisinal. Bahkan, siapa tahu akhirnya tulisannya bisa bermanfaat bagi banyak orang. Kebiasaan menulis itu juga memungkinkan seseorang menemukan prosedur dalam menulis artikel. Menarik tidaknya suatu tulisan umumnya juga bergantung pada pembaca. Topik tulisan dalam blog pun bisa berjalan seiring waktu selama menulis. Saya menulis tulisan ini pun terinspirasi oleh pertanyaan teman saya itu.