Jumat, 22 November 2013

Sandal Japit yang Bersejarah



Sandal Japit yang Bersejarah
                Entah tahun berapa saya membeli sandal japit itu. Namun, sepertinya sandal itu sudah saya pakai lebih dari 10 tahun. Pemakaian yang lama untuk sebuah sandal japit. Sekarang di ujung tahun 2013 dan sandal itu masih saya pakai.
Sandal japit yang butut ini cukup bersejarah. Tahun 2002 sandal itu pernah saya pakai mendaki Gunung Wilis yang letaknya di selatan Kabupaten Nganjuk. Waktu itu perkemahan ekstrakurikuler Majelis Taklim. Salah satu acara dalam perkemahan itu adalah pendakian. Saat itu saya sampai pada sebuah pos. Uniknya di pos tersebut terdapat sumber mata air kecil. Airnya dingin dan dapat diminum. Kurang satu pos lagi mencapai puncaknya. Namun, saat itu saya tidak sampai puncak. Sandal berwarna hijau ini adalah saksi bisu pendakian kala itu.
Saat saya masuk kuliah tahun 2003 sandal itu juga saya bawa. Akan tetapi, yang saya ingat baru sejak tahun 2007 sandal itu saya pakai di lingkungan kos. Misalnya saat sandal itu ada di depan pintu kamar kos. Juga saya pakai membeli makan di warung setelah maghrib. 
                Sandal itu masih bisa dipakai. Saya masih mempertahankan sandal butut yang mungkin sekarang itu tidak diproduksi lagi. Saya sampai tiga kali ini mengganti kapirnya. Saya mengganti kapirnya dengan obeng agar lebih mudah dimasukkan. Bagian alasnya yang halus juga saya sayat membentuk lengkungan agar tidak licin saat bergesekan dengan lantai.
Sandal itu hampir selalu saya pakai saat sholat jumat. Terkadang juga saya pakai saat ikut tahlil. Saat ini warna kapirnya berbeda. Satu merah dan satunya hijau. Warna kapir yang berbeda itu memungkinkan tidak tertukar di masjid saat sholat jumat. Jika saya perhatikan, hanya saya pemilik sandal dengan jenis seperti itu.
Jika bepergian naik motor, saya memilih sandal japit yang lebih bagus. Paling tidak kapirnya yang seukuran dan warnanya sama. Orang mungkin akan tersenyum atau mungkin mencibir jika mereka tahu saya memakai sandal butut itu untuk bepergian.
                Sayangnya saya tidak punya kamera. Jika punya, gambarnya bisa saya unggah di blog ini. Jadi saya tidak perlu menggambarkan berapa ketebalan sandal japit yang butut itu. Saya juga tidak perlu menuliskan apa warna sandal, corak maupun warna kapirnya.