Dari Dalam Nurani
Tengah hari, Selasa, 29 2011 di telpon seluler (ponsel) milik saya ada pesan pendek (sandek). Bunyinya “Ikuti sayembara menulis di catatan facebook (fb) tentang Nurani Soyomukti. Berhadiah 23 buku Karya Nurani Soyomukti.” Pengirim sandek itu Nurani Soyomukti sendiri. Jika Mas Nurani ini tidak mengirim sandek, mungkin saya tidak tahu jika ada sayembara itu. Lagi pula, saya jarang on line. Juga jarang kunjungi fb miliknya. Namun, di fb saya ada grup Pembaca Buku Nurani.
Kira-kira semester IV saat kuliah di Program Studi (Prodi) Sosiologi saya mengenal Nurani. Saya angkatan 2003, sedangkan Mas Nurani di Hubungan Internasional (HI) angkatan 1999. Kami di fakultas yang sama. Kalau tidak salah saat itu dia menjadi narasumber dalam sebuah diskusi kecil di kampus. Saya mengenal Nurani sebagai sebagai aktivis salah satu organisasi mahasiswa ekstra kampus (Ormek). Juga berperan dalam demonstrasi mahasiswa dengan mengusung isu tertentu.
Lalu secara lebih akrab saya mengenal Nurani akhir tahun 2009 di akhir masa studi saya. Pertama kali tahu kamar kosnya, di dalamnya terdapat lebih dari 100 judul buku. Dia juga memiliki kliping. Misalnya seputar topik sosial, politik maupun ekonomi. Termasuk artikelnya yang dimuat di koran.
Pada saat itulah saya mengenal Nurani sebagai seorang penulis. Beberapa buku yang dia tulis dan diterbitkan oleh penerbit membuktikan dirinya seorang penulis. Entah berapa judul buku yang dia tulis dan telah diterbitkan. Sebelumnya saya hanya mengenal Nurani sebagai penulis artikel pada kolom opini di koran.
Nurani pula yang saat itu membuatkan saya sebuah blog. Sebelumnya, saya memang memiliki tulisan sederhana. Namun, itu belum pernah saya taruh di tempat umum seperti blog. Pergaulan sesama orang yang hobi menulis itu terkadang juga mendorong saya mengerjakan hobi menulis.
Saya akui. Daya tahan menulis seorang Nurani luar biasa. Saya kalah dengannya. Buktinya dari buku yang telah telah dia tulis dan telah diterbitkan. Produktifitasnya juga tampak di catatan fbnya. Beberapa di antaranya menuai setuju dan tidak setuju. Misalnya tulisannya tentang “Makhluk Parasit itu Bernama PNS”.
Sebagai aktivis gerakan, tulisannya seputar demokrasi, radikalisasi, revolusi dan lain sebagainya. Topik-topik itu pun menandai pandangan-pandangan “kiri”. Pandangan kiri ini secara sederhana berarti individu atau kelompok yang menyuarakan ideologi kiri. Karl Marx yang idenya dikenal dengan Marxisme dekat dengan ideologi kiri ini.
Ideologi kiri ini dikenal sekuler, bersifat duniawi. Karenanya ideologi kiri ini sering berbeda pandangan dengan agamais. Biasanya ideologi kiri ini berdasar pada filsafat materialisme. Sesuatu itu didasarkan atas materi. Sebagaimana itu pandangan Marxisme. Marxisme ini juga berkaitan dengan sosialisme.
Karenanya hampir pada setiap tulisannya, Nurani menyelipkan filsafat materialisme. Dalam salah satu bukunya yang mencoba mengikuti tren, yakni yang mengulas tentang cinta, sepertinya juga tak luput dari pandangan-pandangan dari filsafat materalisme. Sampai pandangan yang sering diulang-ulang itu terkadang membuat orang bosan.
Filsafat materialisme ini memang bisa menggoda. Misalnya, sesuatu itu terdiri dari materi. Jika materi itu bekerja secara terus menerus maka materi itu akan habis. Pada tahap tertentu filsafat itu mengabaikan peran Tuhan. Misalnya jika materi itu adalah manusia. Ciptaan manusia yang baru bisa jadi bukan karena peran Tuhan. Namun, itu terjadi karena bekerjanya materi itu sendiri. Contoh lagi, jika suatu revolusi benar-benar dijalankan maka tidak ada lagi orang kaya dan tidak ada lagi orang miskin. Setiap orang mendapatkan haknya secara sama.
Terkadang pandangan itu dinilai khayal. Mungkin jika memang tiba saatnya pandangan itu bisa menjadi tren. Sebagaimana ramai-ramainya tentang Marxisme itu. Kasus Indonesia adalah keberadaan partai komunis. Walaupun setiap filsafat maupun setiap ideologi juga bisa bersifat seperti halnya filsafat materialisme maupun ideologi lainnya.
Itulah Nurani dari satu sisi. Dia mencoba bereskpresi dalam dari dalam dirinya. Dari dalam dia sebagai Nurani. Sebagaimana sosok manusia biasa juga tak luput dari permasalahan kemanusiaannya. Tentang cinta, keluarga, teman, kuliahnya dan lain sebagainya. Namun, saat Nurani berekspresi dalam bentuk tulis dan kita membacanya mungkin kita akan merasakan tulisan itu melampaui apa yang kita rasakan jika melihat Nurani langsung. Barangkali itulah sifat dari sebuah tulisan.
Akhirnya, menanggapi sandek itu seperti menulis kata pengantar untuk biografi Nurani Soyomukti. Lagi pula saya sebagai teman yang sama-sama hobi menulis, tak ingin melewatkan sayembara ini. Bukan semata-mata karena hadiahnya, melainkan perasaan sebagai sesama orang yang hobi berekspresi dalam bentuk tulis.