Selasa, 21 September 2010

Nomor Gelap

Nomor Gelap

Pagi hari, 16 Agustus 2010 saya mendapat miscall dari sebuah nomor. Sayangnya, nomor tersebut tidak ada di phone book telepon seluler (ponsel) milik saya. Saya lalu menanyai siapa dia lewat short message service (sms). Sms memang terkirim, tetapi dia tidak membalasnya. Jadi, saya tidak tahu identitas orang yang miscall tersebut. Seingat saya, dalam dua bulan tarakhir ini dia dua kali menghubungi saya dengan nomor yang sama. Awalnya dia mengirim sms. Dia tahu saya, tetapi saya tidak tahu dirinya.

Memang cerita itu agak lama. Saya pun menganggap itu sebagai nomor gelap. Artinya, seseorang yang menghubungi saya lewat ponsel, tetapi dia enggan menyebut identitas dirinya. Saya hanya tahu nomor kartu dalam ponselnya yang muncul di ponsel saya. Terkadang ada miscall, tetapi di ponsel saya tertulis “nomor pribadi memanggil”. Dengan begitu, sebuah nomor tidak bisa muncul pada ponsel penerima.

Saya memiliki ponsel beserta kartunya ini pada 12 Desember 2005. Sampai sekarang saya masih memakainya. Seingat saya, selama itu telah lebih dari tiga kali menerima nomor gelap. Padahal, saya memperkirakan saya tidak akan menerima nomor gelap. Salah satu alasannya, saya sampai kini tidak pernah berbuat serupa. Selain itu, saya hanya orang biasa, bukan orang penting seperti selebriti maupun bupati.

Namun, pada dasarnya setiap orang yang memiliki ponsel beserta kartunya, berpotensi menerima nomor gelap. Terlebih jika seseorang itu telah memilikinya dalam waktu yang lama. Misalnya satu tahun. Mungkin seseorang yang mengirim nomor gelap itu bukan teman kita. Akan tetapi, dia bisa saja mendapatkan nomor kita dari teman kita. Mungkin juga dia mencatat nomor kartu ponsel kita dari suatu counter. Biasanya kita meninggalkan nomor kartu ponsel saat kita membeli pulsa.

Masih syukur selama ini pengirim nomor gelap itu masih dalam batas-batas yang wajar. Artinya, bahasanya dalam sms masih sopan. Namun, sayangnya, dia enggan menyebut identitasnya. Tentu ini bisa membuat penasaran. Malah bisa mengganggu, yakni saat miscall sehingga kurang etis. Namun, saya membiasakan diri dengan itu. Lama kelamaan dia akan lelah sehingga dia berhenti sendiri.

Mereka yang masih saja mengirim nomor gelap hendaknya menghentikan aksinya. Kasihan jika seseorang sampai berganti nomor kartu ponsel karena sering diteror oleh nomor gelap. Apalagi jika pengirim nomor gelap itu menyangkut hal-hal yang sensitif yang menggelisahkan. Misalnya, menyangkut isu SARA.

Minggu, 19 September 2010

Pendidikan Profesi Guru

Pendidikan Profesi Guru

Saya ketinggalan informasi saat saya tidak mengambil Akta Mengajar IV (A-IV). Saat itu awal 2008 sejumlah teman seangkatan saya mengambil A-IV di sebuah lembaga pendidikan swasta di Kabupaten Jember. Umumnya mereka sudah wisuda. Namun, beberapa adik tingkat saya yang belum wisuda juga ada yang mengambilnya. Saya sendiri saat itu belum wisuda.

Saat itu, awal 2008 seorang teman mengatakan isu tentang A-IV yang tidak diakui. Namun, jika A-IV tidak diakui mengapa ada lembaga pendidikan swasta yang masih menyelenggarakan. Sebuah lembaga pendidikan negeri di Jember pun tidak menyelenggarakan A-IV sejak sekitar 2003. Rupanya sejak saat itu hanya lembaga swasta yang menyelenggarakannya. Sejak 2008 dalam satu angkatan peserta A-IV tidak lebih dari 50 orang.

Teman saya itu juga mengatakan peserta A-IV sebetulnya untuk mahasiswa yang sudah lulus enam bulan sejak wisuda. Namun, buktinya sejumlah adik kelas saya tadi bisa ikut A-IV. Penyelenggara A-IV sendiri juga mendapatkan uang dari peserta A-IV. Dengan A-IV itu mereka berharap bisa menjadi guru yang Pegawai Negeri Sipil (PNS). PNS, sebuah profesi yang banyak diimpikan oleh anak negeri ini.

Akhirnya, sejak 2010 teman saya itu menjadi guru sosiologi di Kabupaten Bondowoso. Dia menggunakan ijasah sarjana sosiologi nonkependidikan dan A-IV. Dia bersyukur sebab bisa bekerja, tak jauh dari kampung halamannya, yakni Banyuwangi. Artikel tentang A-IV ini bisa dibaca di judul yang lain tentang A-IV dalam blog ini.

Kira-kira tahun 2008 itu pula bergulir wacana Pendidikan Profesi Guru (PPG). Rencananya PPG itu menggantikan A-IV. Rancangan PPG pun telah dibuat pada Juli 2008. Peserta PPG adalah lulusan program sarjana, baik yang pendidikan maupun nonkependidikan. Dalam situsnya, sebuah koran nasional pun memberitakan PPG akan dibuka pada September 2009.

Saya sendiri saat itu wisuda pada Maret 2009. Setelah membaca informasi di koran itu, saya berencana ikut PPG pada September 2009 itu. Semenjak itu saya berusaha mengikut berita PPG. Misalnya, dari internet, dari teman lewat telepon seluler (ponsel), dan dari sejumlah guru yang PNS.

Sampai September 2009 tidak ada lembaga yang menyelenggarakan PPG untuk nonkependidikan seperti saya. Kabarnya, PPG sejak 2009 itu sudah ada, tetapi untuk guru (yang PNS) Sekolah Dasar (SD) di sebuah lembaga pendidikan negeri di Surabaya. Seorang teman pun mengatakan salah satu syarat seseorang ikut PPG adalah ada rekomendasi dari pihak terkait. Pada saat yang sama, PPG pun diliputi ke-simpang-siur-an informasi, bahkan informasinya tidak jelas.

Sejak November 2010 sampai Agustus 2010 ini saya pun bertanya dengan maksud melamar lima Sekolah Menengah Atas (SMA) di Nganjuk. Namun kelimanya memiliki alasan yang bervariasi. Intinya kelimanya menolak lamaran saya. Misalnya, mungkin saya bisa menjadi Guru Tidak Tetap (GTT) atau tenaga honorer, tetapi pada tahun 2010 dan ini akhirnya hanya janji. Ada juga SMA swasta yang guru sosiologinya sudah ada meskipun guru tersebut sesungguhnya pengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Selain itu, seorang kepala sekolah di SMA negeri mengatakan sejak tahun 2006 ada edaran agar sekolah tidak menerima GTT.

Dengan hanya modal ijasah sosiologi nonkependidikan saya sesungguhnya nekat melamar di SMA-SMA tersebut. Tujuannya terkait rekomendasi kata teman saya itu. Harapan saya dengan lamaran itu dapat diterima menjadi GTT dan bisa ikut PPG nantinya. Di dusun tempat tinggal saya, status guru cukup terpandang meskipun mereka tahu gaji GTT tergolong rendah. Potret nasib GTT yang gajinya tampak memprihatinkan yang ingin diangkat menjadi PNS seperti yang diberitakan oleh Radar Nganjuk pada Jumat, 29 Agustus 2010.

Katanya, masih banyak potensi desa maupun dusun yang bisa diberdayakan. Bayangan itu membuat saya ingin di dusun tempat lahir saya ini. Rencananya saya ingin bertani padi dan meneruskan bisnis gabah orang tua. Dua hal itu telah terwujud dan telah saya rintis. Di samping itu, saya ingin memiliki rumah baca. Namun, saat saya belum mengajar sosiologi maka ijasah sarjana saya tampak sia-sia. Saya sama saja dengan orang yang tidak kuliah di dusun saya ini. Itulah alasan pribadi saya yang mungkin naif.

Kesia-siaan itu pun sering membuat saya menyusun rencana lain. Misalnya, merantau ke Kalimantan menjadi PNS. Namun, saya pun masih dibayangi oleh sertifikat pendidik yang belum saya miliki. Sementara PPG yang menjanjikan sertifikat pendidik informasinya masih saya terima secara tidak jelas. 25 Agustus 2010 yang lalu saudari saya mengatakan, mungkin PPG untuk PNS dibuka November 2010 ini. PPG untuk yang bukan PNS masih tahun 2011.

Saudari saya itu hanya dengar-dengar saja sehingga informasi itu belum pasti. Sama hal teman saya yang katanya PPG di Jember akan di buka pada Oktober atau mungkin November 2010 ini. Jika saya amati sejak awal 2008 itu sampai sekarang di internet, banyak lulusan strata 1 khususnya yang nonkependidikan menanyakan tentang PPG. Tidak terkecuali mereka yang bertanya lewat situs resmi Departeman Pendidikan Nasional lewat direktoratnya. Namun, PPG juga masih belum jelas. Pihak berwenang sepertinya memberikan jawaban yang mengambang.

Entah apakah saya yang tidak mengikuti informasi. Namun, 2 September 2010 saya mengakses informasi mengenai PPG dari internet. Setelah membacanya, syaratnya sungguh berat bagi saya yang lulusan sosiologi nonkependidikan ini. Misalnya “Memiliki masa kerja sebagai guru minimal 5 tahun dengan usia maksimal 35 tahun pada saat mendaftar.”

Kiranya tujuan PPG adalah baik. Misalnya, meningkatkan profesionalitas guru dalam mengajar dan mendidik. Aturan-aturan dalam PPG itu pun bertujuan baik. Namun, sepertinya aturan itu menghalangi lulusan nonkependidikan untuk mengikuti PPG, yakni menjadi guru. Bisa jadi itulah bagian dari pengangguran “lulusan kuliahan”. Apalagi terpaku dengan mengharap bekerja sebagai guru di kabupaten ini. Apalagi guru PNS maka betapa mustahilnya harapan itu bisa terwujud.

Sampai Agustus 2010 ini saya yang hanya berijasah sarjana sosiologi nonkependidikan ini tidak bisa mendaftar PPG. Belum ada lembaga yang menyelenggarakannya, khususnya untuk lulusan nonkependidikan. Padahal, saya sungguh berharap bisa ikut PPG. Itu setelah rencana saya menjadi dosen telah gagal diwujudkan.

Sampai sekarang saya sepertinya masih akan menunggu PPG yang belum jelas itu. Sejak 2008 itu saya berpikir untuk tidak curang dengan membeli A-IV seperti salah seorang teman seangkatan saya yang kabarnya membelinya sehingga dia bisa menjadi guru sosiologi yang PNS.


Selasa, 14 September 2010

Lebaran Kali Ini...

Lebaran Kali Ini...

Sabtu, 4 September 2010 menjelang 10 September 2010 atau 1 Syawal 1431 H, yakni hari Hari Raya Idul Fitri dikabarkan ayah dari seorang teman meninggal dunia. Rem sepeda angin yang ditumpangi almarhum lepas dan melilit perutnya. Kemudian almarhum sempat di-rontgen, tetapi satu jam kemudian menghembuskan napas terakhir. Kakak dari seorang teman itu rencananya akan menikah pada 12 September 2010 ini. Akhirnya, pada hari itu akad nikah pun dilaksanakan di depan jenasah.

Betapa pilunya suasana pada hari itu. Suka dalam duka. Seorang ayah yang kita cintai pergi untuk selama-lamanya saat seorang anak melangsungkan pernikahan. Sedih memang, tetapi itulah kenyataanya. Garis tangan berkata lain. Sikap tabah dan ikhlas pun menjadi jalan terbaik.

Kabar pun silih berganti. Senin, 13 September 2010 seorang teman akan melangsungkan pernikahannya. Saya mengetahui kabar bahagia itu lewat undangan yang dia kirimkan melalui facebook. Saat liburan Lebaran ini tentunya sanak saudara yang jauh dapat lebih mudah berkumpul. Apalagi Lebaran juga identik dengan berkunjung maupun berkumpul dengan sanak saudara, sahabat, maupun mitra kerja.

Saya merasa sepertinya Lebaran 1430 H baru saja dilaksanakan. Tak lama kemudian tiba Lebaran 1431 H. Lebaran kali ini pun sepertinya Lebaran kemarin. Hal yang sedikit berbeda adalah pelaksanaan tahlil yang dilaksanakan usai sholat Idul Fitri, 10 September 2010. Lebaran yang jatuh pada hari Jumat ini pun secara umum dilaksanakan secara bersama-sama. Terkecuali sejumlah kelompok keagamaan yang melaksanakan 1 Syawal pada 9 September 2010, seperti yang diberitakan oleh media.

Mungkin tulisan ini tidak begitu berbobot. Namun, terlalu sia-sia jika momentum Idul Fitri yang yang jatuh pada 10 September 2010 ini dilewatkan begitu saja tanpa sebuah tulisan. Pemublikasian tulisan ini memang terlambat sebab saya tidak setiap waktu bisa pergi ke warung internet untuk online. Akan tetapi, itu tidak menjadi halangan dan tulisan ini harus dipublikasikan.

Selain itu, suasana yang berbeda dibandingkan dengan hari-hari biasa pada Idul Fitri umumnya setiap rumah punya makanan ringan yang ditaruh di toples atau tempat lainnya. Terkadang ada yang menyuguhkan minuman ringan. Anak-anak usia SD dan usia SMP biasanya membentuk kelompok terdiri atas beberapa orang. Kelompok itu berkunjung dari satu rumah ke rumah lainnya, hampir satu kampung dikunjungi.

Hampir setiap orang memakai pakaian terbaiknya saat berkunjung. Terkadang ada orang yang sekadar bersalaman saja dengan tuan rumah dan langsung pamit. Namun, ada juga yang duduk sebentar sambil menikmati makanan ringan seperti kue kering, biskuit, buah pisang maupun permen. Kunjungan itu pun sebentuk penghormatan atau memelihara tali persaudaraan terhadap orang yang dikunjungi, selain kepentingan-kepentingan tertentu.

1 Syawal itu pun hampir setiap orang berbahagia. Paling tidak potret seperti itu terjadi di dusun ini. Anak kecil biasanya mendapatkan sangu atau uang yang diberikan oleh kakek-neneknya atau saudaranya. Namun, hari itu ada kebar seorang nenek kehilangan susuknya. Beliau bolak balik menyusuri jalan. Seingatnya susuknya jatuh di jalan. Kabarnya, nenak itu juga telah menghubungi seorang paranormal dusun untuk membantu agar susuknya bisa ditemukan.

Cuaca di Lebaran hari pertama pun berubah saat pukul 14.00. Mendung hitam bergelayutan di langit. Sesekali waktu petir menggelegar. Kilatan petir pun seakan-akan membelah langit di sebelah barat. Suasana pun menjadi lebih gelap. Sekitar pukul 15.00 hujan turun dengan lebat dan halilintar pun menyambar-nyambar berkali-kali. Sekitar pukul 15.30 ada satu petir yang terdengar cukup keras. Namun, volumenya sepertinya masih dapat diterima oleh gendang telinga manusia. Syukur selama hujan lebat itu listrik tidak padam.

Cuaca pada Lebaran ini memang berbeda dengan Lebaran sebelumnya. Banyak orang mengira hujan tidak akan turun di bulan September. Namun, hujan lebat selama hampir dua jam di Lebaran hari pertama itu mengingatkan orang akan musim hujan. Lebaran hari kedua pun masih turun hujan, tetapi intensitasnya tidak seperti Lebaran hari pertama. Intensitas petir pun juga tidak seperti Lebaran di hari pertama.


Sabtu, 04 September 2010

Kesadaran Ber-Tuhan

Kesadaran Ber-Tuhan

Di antara kita mungkin pernah mendengar seorang selebriti menyerahkan urusan jodohnya di tangan Allah SWT. Sejumlah teman saya juga pernah berkata bahwa hal seperti jodoh, rezeki, maupun kematian sudah ada yang mengatur. Maksudnya adalah Tuhan. Bahkan, di facebook seorang teman mengatakan, Tuhan adalah teman curhat baginya. Dengan alasan tertentu, kata “Tuhan” sengaja dipakai sebagai judul dalam tulisan ini.

Kesadaran ber-Tuhan ini berarti kesadaran seseorang maupun kelompok orang terhadap keberadaan Tuhan. Masih di facebook, seorang teman mengatakan, perhatian seseorang terhadap Tuhan itu hasil dari pemahaman akan immateri. Immateri berarti yang tidak tampak oleh mata. Tuhan tak tampak secara kasat mata. Namun, kita dapat merasakan kehadiran-Nya. Bahkan, ciptaaan-Nya jika kita mempercayai-Nya, misalnya alam dan segala isinya ini.

Tuhan dalam hal ini diposisikan sebagai kekuatan tertinggi. Di atas segala-galanya. Seperti telah ditulis di paragraf pertama, misalnya tentang kematian. Contohnya saat kita mengendarai motor menuju kebupaten lain. Jaraknya sekitar 100 km. Saat kita tiba di tempat tujuan dengan selamat mungkin di antara kita tidak begitu sadar kita bisa selamat sampai tujuan. Namun, jika kita mengalami kecelakaan di jalan yang tidak kita duga sebelumnya maka mungkin kita ingat Tuhan.

Selamat sampai tujuan atau tidak selamat sampai tujuan, anggaplah itu atas kehendak Tuhan. Barangkali kita memaknainya sebagai takdir yang telah Tuhan tentukan. Memang, manusia juga berkehendak, tetapi Tuhan juga berkehendak. Namun, kehendak Tuhan lebih besar daripada kehendak manusia. Lagi pula, seringkali manusia lebih ingat Tuhan saat mengalami suatu musibah. Inilah kiranya bahwa Tuhan itu sebagai kekuatan tertinggi.

Pembicaraan tantang Tuhan memang bisa dari banyak sisi. Saya agaknya tidak ingin berbicara mendalam tentang a-teis, teis, Tuhan di mata agama-agama, Tuhan di mata filsafat, Tuhan di mata ilmuwan, agnostik, Teori Darwin, Tuhan dalam pandangan teolog, dan lain sebagainya. Judul itu terilhami oleh beberapa orang teman saya yang menyebut tentang Tuhan. Sebagaimana ditulis atas.

Tepatnya adalah pengalaman akan ke-Tuhan-an. Pengalaman akan ke-Tuhan-an ini menandai kesadaran seseorang akan Tuhan. Uniknya, selama ini teman-teman saya yang secara terang-terangan menyebut Tuhan, sebagian besar adalah perempuan. Artinya, saat mereka kesulitan, misalnya mengerjakan skripsi, mereka mengungkapkan ke-tawakal-annya pada Tuhan.

Dalam kaitan ini, bukan berarti teman-teman saya hampir semuanya perempuan. Saya juga banyak memiliki teman laki-laki. Namun, dalam facebook (fb) maupun short message service (sms) yang saya terima, mereka yang laki-laki tidak banyak yang secara terang-terangan menyinggung Tuhan. Khususnya saat menghadapi suatu kesulitan hidup. Memang, mungkin itu juga sedikit dipengaruhi oleh frekuensi komunikasi saya lewat fb maupun sms antara laki-laki dengan perempuan.

Sejauh amatan saya, mereka yang sadar akan Tuhan memiliki nilai tersendiri, terkait pandangan hidup yang positif. Misalnya saat kesulitan mengerjakan skripsi, kesulitan dalam soal karier maupun kesulitan dalam hubungan dengan lawan jenis (jodoh). Teman-teman saya ini tergolong usia produktif, yang saya perkirakan antara usia 24 tahun sampai dengan 27 tahun.



Kamis, 02 September 2010

Kecelakaan

Kecelakaan

Peristiwa ini telah lama terjadi. Saya hanya ingat peristiwa kecelakaan itu terjadi saat saya kelas 3 Sekolah Menengah Atas (SMA), yakni tahun 2003. Saat itu setelah sholat dhuhur. Di sebuah masjid di komplek perumahan nasional (Perumnas) hendak pulang bersama dengan teman yang saya bonceng dengan motor milik saya. Saat melewati perempatan, saya tidak menengok ke kiri maupun ke kanan. Saya hanya melihat ke depan, ke arah selatan, yakni jalan yang akan saya lalui. Inilah kesalahan saya.

Entahlah, seakan-akan saat itu saya tidak konsentrasi dalam mengendarai motor di jalan. Pada saat yang sama, dari arah barat muncul sepeda motor dengan laju yang cukup cepat. Sebelum sampai di titik perempatan, pandangan terhalangi oleh bangunan rumah. Terkecuali pengendara berhenti terlebih dahulu sebelum melewati titik perempatan dan memastikan tidak ada kendaraan yang melintas. Namun, itu tidak saya lakukan.

Begitu pengendara itu tahu saya nyelonong, pengendara motor yang seorang laki-laki yang masih muda itu kaget. Dia langsung mengerem mendadak dan banting setir. Motornya tidak menabarak motor saya. Dia jatuh ke kanan, tetapi dia masih sadar dan tidak mengalami luka. Saya sempat berhenti sebentar dan sempat berniat melarikan diri karena katakutan. Kelalaian saya telah membuat orang itu celaka. Teman yang saya bonceng turun dan menghampiri orang yang jatuh tadi.

Saya pun akhirnya turun dari motor. Orang itu pun menanyakan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Izin Mengemudi (SIM) milik saya. Kemudian, kami bertiga menuju ke sebuah bengkel, tak jauh dari tempat kejadian. Motor orang itu pun masih dapat dijalankan. Rupanya, orang itu tidak percaya dengan bengkel dan hendak pergi ke tempat kerjanya, sambil menahan STNK dan SIM milik saya.

Pelajaran pertama bagi saya, yakni tentang penahanan STNK maupun SIM saat terjadi kecelakaan. Saya pun juga belajar dari teman saya itu. Jika terjadi kecelakaan hendaknya tidak melarikan diri. Namun, terkadang orang melarikan diri dan tidak mau bertanggungjawab. Saya pernah mengalaminya. Motor saya ditabrak dan orang yang menabrak melarikan diri.

Kadang-kadang, seperti yang di tayangkan oleh televisi, terjadi penghakiman massa. Misalnya dengan merusak bus yang menabrak seorang pengendara sepeda motor hingga tewas. Hendaknya, aksi anarkis itu kita hindari. Jika negara kita negara hukum dan kita mempercayainya sebaiknya serahkan, misalnya sopir bus pada polisi agar diproses secara hukum.

Kembali pada cerita saya itu. Orang yang menahan STNK dan SIM milik saya itu pun akhirnya segera meninggalkan bengkel dengan membawa motornya. Sebelumnya orang itu secara lisan agar ke rumahnya sore nanti untuk mengurus peristiwa kecelakaan ini. Penahanan STNK dan SIM ini pun sebagai pelajaran saya saat terjadi suatu kecelakaan. Fungsi surat itu sebagai jaminan agar orang mempertanggungjawabkan atas suatu peristiwa kecelakaan. Waktu itu pun tidak sampai melibatkan polisi.