Sandal
Japit yang Bersejarah
Entah
tahun berapa saya membeli sandal japit itu. Namun, sepertinya sandal itu sudah
saya pakai lebih dari 10 tahun. Pemakaian yang lama untuk sebuah sandal japit. Sekarang
di ujung tahun 2013 dan sandal itu masih saya pakai.
Sandal japit yang butut ini
cukup bersejarah. Tahun 2002 sandal itu pernah saya pakai mendaki Gunung Wilis
yang letaknya di selatan Kabupaten Nganjuk. Waktu itu perkemahan
ekstrakurikuler Majelis Taklim. Salah satu acara dalam perkemahan itu adalah
pendakian. Saat itu saya sampai pada sebuah pos. Uniknya di pos tersebut
terdapat sumber mata air kecil. Airnya dingin dan dapat diminum. Kurang satu
pos lagi mencapai puncaknya. Namun, saat itu saya tidak sampai puncak. Sandal
berwarna hijau ini adalah saksi bisu pendakian kala itu.
Saat saya masuk kuliah tahun
2003 sandal itu juga saya bawa. Akan tetapi, yang saya ingat baru sejak tahun
2007 sandal itu saya pakai di lingkungan kos. Misalnya saat sandal itu ada di
depan pintu kamar kos. Juga saya pakai membeli makan di warung setelah
maghrib.
Sandal
itu masih bisa dipakai. Saya masih mempertahankan sandal butut yang mungkin
sekarang itu tidak diproduksi lagi. Saya sampai tiga kali ini mengganti
kapirnya. Saya mengganti kapirnya dengan obeng agar lebih mudah dimasukkan.
Bagian alasnya yang halus juga saya sayat membentuk lengkungan agar tidak licin
saat bergesekan dengan lantai.
Sandal itu hampir selalu saya
pakai saat sholat jumat. Terkadang juga saya pakai saat ikut tahlil. Saat ini
warna kapirnya berbeda. Satu merah dan satunya hijau. Warna kapir yang berbeda
itu memungkinkan tidak tertukar di masjid saat sholat jumat. Jika saya
perhatikan, hanya saya pemilik sandal dengan jenis seperti itu.
Jika bepergian naik motor, saya
memilih sandal japit yang lebih bagus. Paling tidak kapirnya yang seukuran dan
warnanya sama. Orang mungkin akan tersenyum atau mungkin mencibir jika mereka
tahu saya memakai sandal butut itu untuk bepergian.
Sayangnya
saya tidak punya kamera. Jika punya, gambarnya bisa saya unggah di blog ini.
Jadi saya tidak perlu menggambarkan berapa ketebalan sandal japit yang butut
itu. Saya juga tidak perlu menuliskan apa warna sandal, corak maupun warna
kapirnya.