Mahasiswa Sosiologi dan Dilema Skripsi
Oleh: Puguh Utomo
Suatu hari, saya berada di antara kira-kira sepuluh orang mahasiswa sosiologi. Kami berkumpul di dua buah kursi panjang yang di tengahnya ada meja besar berbentuk persegi panjang. Awalnya mereka masuk ke dalam ruangan Program Studi (Prodi) Sosiologi. Akan tetapi, mereka keluar lagi dari ruangan itu. Mungkin itu disebabkan oleh terlalu banyaknya mahasiswa sosiologi. Di situ, mahasiswa-mahasiswa sosiologi tersebut duduk berjajar sembari mendengarkan ketua Program Studi Sosiologi menyeleksi judul proposal seminar.
Satu persatu judul skripsi yang ditulis di selembar kertas dan telah diberi identitas nama tersebut dibaca oleh ketua prodi. Hasilnya, sejumlah judul dinilai mirip judul skripsi milik Jurusan Kesejahteraan Sosial (KS). Intinya, judul tersebut belum bercitarasakan sosiologis sehingga judul itu dikembalikan lagi pada mahasiswa. Dengan kata lain, judul tersebut ditolak dan diminta untuk diperbaiki. Tampak guratan kesayuan di wajah mereka saat judulnya ditolak. Permasalahan ke-sosiologis-an dalam skripsi sering dijumpai di Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Jember (Unej).
Suasana itu pun kembali mengingatkan saya saat duduk di semester
Kiranya mahasiswa sosiologi tidak sulit menemukan skripsi karya alumni Prodi Sosiologi. Apabila di rak buku Prodi Sosiologi ada buku dengan ciri-ciri berukuran kwarto, bersampul coklat tua yang bertuliskan “Program Studi Sosiologi” maka hampir dapat dipastikan bahwa itu merupakan skripsi karya alumnus Prodi Sosiologi. Namun, mungkin koleksi tersebut tidak dipinjamkan. Meskipun demikian, mahasiswa sosiologi juga dapat menemukannya di rak perpustakaan FISIP. Selain hal itu, mahasiswa sosiologi juga dapat menemukannya di perpustakaan Unej di lantai
Akan tetapi, sepertinya sebagian mahasiswa sosiologi sulit membuat skripsi. Sejumlah mahasiswa sosiologi memerlukan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dalam pembuatan skripsinya. Sampai-sampai ada mahasiswa sosiologi yang hingga masa tenggang studinya habis, belum mengerjakan skripsi. Oleh karena itu, mereka pun terancam drop out (DO). Sementara itu, mereka yang mengerjakan skripsinya dengan waktu yang lama pun tidak menjamin skripsinya akan berbobot.
Berbeda dengan itu, mungkin bukan masalah sulit tidaknya mengerjakan skripsi, tetapi lebih pada kemauan dan kegigihan mahasiswa sosiologi dalam mengerjakan skripsi. Lagi pula, ada anggapan di kalangan mahasiswa sosiologi bahwa untuk dapat lulus, tidak perlu ber-otak pintar. Dan lagi, beberapa kasus menunjukan bahwa apapun hasil karya skripsi yang dibuat oleh mahasiswa sosiologi, selama memuat unsur-unsur skripsi maka sebatulnya mahasiswa sosiologi pun akan diluluskan. Inilah dilema mahasiswa sosiologi terhadap skripsi.
Skripsi, skripsi, dan skripsi. Barangkali kata itulah yang hampir setiap hari ada di pikiran mahasiswa sosiologi, khususnya mereka yang sudah di semester akhir. Satu dua orang mahasiswa sosiologi mungkin menilai skripsi bagai duri dalam daging. Oleh karena skripsi pula, mungkin di antara mahasiswa sosiologi mengalami kebingungan yang tidak biasa, penurunan konsentrasi, sulit menentukan keputusan, kekecewaan, dan lain sebagainya. Bahkan, di antara mereka mungkin pernah mengalami mimpi buruk dalam tidurnya, tersebab oleh skripsi. Gejala-gejala itu menandakan adanya sindrom skripsi.
Walaupun demikian, dalam pengerjaan skripsi, pengalaman setiap mahasiswa sosiologi sangat kasuistis. Setiap mahasiswa sosiologi memiliki alasan sendiri-sendiri terhadap skripsinya. Di samping itu, setiap mahasiswa sosiologi juga memiliki pengalaman sendiri-sendiri dengan skripsinya. Ada mahasiswa yang mengerjakan skripsinya dengan cepat. Namun, ada juga yang mengerjakan skripsi dengan lambat.
Skripsi berkaitan dengan masa studi. Semakin cepat skripsi terselesaikan maka semakin cepat pula masa studinya. Namun, karena skripsi inilah yang umumnya membuat mahasiswa sosiologi lambat dalam studinya. Berkenaan dengan itu, terkadang di kalangan mahasiswa muncul gurauan bahwa “untuk masuk ke Prodi Sosiologi cukup mudah, tetapi lulusnya sulit.” Sebetulnya sebagian besar di antara mereka menyadari bahwa skripsi perlu disiapkan sedini mungkin. Akan tetapi, selama itu sebagian mahasiswa sosiologi kesulitan memantapkan diri mengenai apa-apa yang perlu ditulis dalam skripsi. Dengan kata lain, mereka kesulitan mengimajinasi skripsi yang sosiologis. Kemalasan seringkali dijadikan alasan dalam mengerjakan skripsi.
Apa yang akan ditulis dalam skripsi seharusnya sudah terbayang oleh mahasiswa sosiologi sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Umum (
Akan tetapi, strategi itu nyatanya tidak selamanya berjalan mulus. Pada jenjang
Terkait dengan itu, pembudayaan terhadap skripsi pun mengalami kendala. Misalnya, pembuatan skripsi itu kurang didukung oleh kelengkapan pustaka, khususnya dari perpustakaan. Di samping itu, kebiasaan untuk menulis ilmiah dengan metode kualitatif, membaca hasil penelitian yang berstandar, berdiskusi secara intensif seputar metode penelitian, dan kebiasaan lain yang sejenis tampaknya juga masih sangat sepi dilakukan oleh mahasiswa sosiologi.
Puguh Utomo
Alumnus Program Studi Sosiologi
FISIP, Universitas Jember