Selamat Jalan Mbok Tinah...
Oleh: Puguh Utomo
Hari Minggu siang, 6 Desember 2009 di pemakaman di pinggir Desa Balongrejo, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk itu menjadi tempat peristirahatan terakhir mendiang Mbok Tinah (60 tahun, bukan nama sebenarnya). Hari itu agaknya sedikit orang yang ikut melayat sampai di kuburan karena sebagian warga berangkat bekerja. Namun, hampir setiap warga desa sudah melayat di rumah duka. Dua hari sebelum menghembuskan napas terakhir, Mbok Tinah sempat dirawat di rumah sakit selama dua hari karena gangguan pernapasan. Penyakit itu telah lama diidapnya.
Sekadar diketahui, menurut informasi, Mbok Tinah ini dulu sewaktu masih mudah, sekitar tahun 1970-an, dihamili oleh seorang pemuda tetangganya. Namun, itu adalah kehamilan di luar nikah. Pemuda yang menghamili Mbok Tinah pun tidak mau bertanggung jawab. Pemuda itu didesak oleh keluarga besarnya agar tidak melangsungkan pernikahan dengan Mbok Tinah.
Singkat cerita, anak Mbok Tinah pun lahir. Pada usia 6 tahun, anak Mbok Tinah diberitahu siapa ayah biologisnya. Sayang, ayah biologisnya tidak mau dipanggil sebagai ayah. Bahkan, ayah biologisnya itu sempat membentak anak Mbok Tinah. Anak Mbok Tinah pun terkejut dan akhirnya sakit. Sakit itu akhirnya mengantarkan anak satu-satunya Mbok Tinah itu berpulang pada rahmatullah. Setelah peristiwa itu, pihak keluarga Mbok Tinah pun bermaksud mencarikan suami untuk Mbok Tinah. Namun, itu tidak berhasil. Sementara pemuda yang menghamili Mbok Tinah telah dinikahkan dengan orang lain. Hari itu laki-laki yang pernah menghamilinya juga ikut melayat ke kuburan Mbok Tinah.
Mbok Tinah pun tetap berjuang menjalani hari-hari dalam hidupnya. Sampai akhirnya Mbok Tinah tidak sanggup melawan penyakitnya. Malam selepas maghrib pihak keluarga Mbok Tinah pun menyelenggarakan bidaan selama tujuh hari berturut-turut. Bidaan itu dilakukan untuk memperingati atas wafatnya Mbok Tinah. Sejak hari pertama meninggalnya Mbok Tinah, nanti hari yang ke 40 maupun hari yang ke 1000 juga akan dilakukan peringatan atas meninggalnya mendiang Mbok Tinah.
Memang, Mbok Tinah bukan siapa-siapa. Saya pun tidak mengenal Mbok Tinah. Saya hanya tahu bahwa beliau adalah tetatangga di dusun saya. Entah bagaimana cerita yang sesungguhnya, tetapi saya mendengar cerita tentang kisah Mbok Tinah ini dari ibu saya. Rasa ke-terharuan-an membuat saya menulis tentang Mbok Tinah yang karena status perempuan-nya pernah diposisikan sebagai individu yang lemah. Saya sendiri yang kini berumur 25 tahun pun tidak pernah berbicara dengan Mbok Tinah. Jangankan berbicara, bertatap muka pun saya tidak pernah. Akan tetapi, hari itu saya ikut melayat sampai ke kuburan, tempat Mbok Tinah disemayamkan untuk selama-lamanya.
Selamat jalan Mbok Tinah...
Puguh Utomo
Alumnus Prodi Sosiologi
FISIP, Universitas Jember