Senin, 23 November 2009

Lelang Sawah

Gambar diunggah dari sini.

Melelang Sawah


Selasa, 10 November 2009, malam hari, di balai Desa Balongrejo, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk, diselenggarakan lelang sawah. Pada hari yang sama, sebelum lelang diselenggarakan setiap orang yang ikut atau menjadi peserta lelang diwajibkan mendaftar di balai desa setempat. Syarat utama, yakni harus sudah berumah tangga, kepala keluarga. Malam itu, balai desa tersebut dipenuhi oleh warga, khususnya yang berkepentingan atas sawah yang akan dilelang.

Desa Balongrejo sendiri terdiri atas empat dusun, yakni Dusun Wates, Dusun Balongrejo, Dusun Gawok, dan Dusun Kepuhtelu. Menurut informasi, pendaftar lelang dari Dusun Kepuhtelu ada 8 orang. Sementara itu, dari Dusun Wates ada 53 orang yang merupakan pendaftar terbanyak dibandingkan dengan dusun lainnya.

Sawah seluas 3 bahu (sekitar 2 hektar) yang dilelang tersebut adalah bengkok carik atau sekretaris desa. Akan tetapi, dari 3 bahu hanya 2 bahu (1 bahu biasanya dikenal dengan papan 350 yang sekaligus ini menyatakan luas) yang dilelang. Sisanya, berdasarkan ijin dari Badan Pengawas Desa (BPD), digarap oleh carik selama satu tahun. Kemudian, 2 bahu tersebut dibagi oleh 8 orang dari 4 dusun tadi. Sebagaimana diketahui bahwa setiap dusun diambil 2 orang. Maka dari itu, setiap orang mendapatkan papan 125.

Sawah itu sendiri berada di dua tempat, di utara dusun Wates dan di selatan Dusun Wates. Carik sendiri sekarang tinggal di Dusun Wates. Dengan demikian, jarak bengkok tersebut cukup dekat dengan Dusun Wates. Hal itu pula yang barangkali memengaruhi banyak warga Dusun Wates mendaftarkan diri dalam lelang tersebut.

Mengapa bengkok carik dilelang? Hal itu karena kini status carik adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Apabila sudah PNS maka seorang carik digaji oleh negara, layaknya seorang PNS. Maka dari itu, seorang carik tidak lagi digaji dengan bengkok.

Pada pelaksanaannya, lelang pada malam itu dengan sistem lotre. Dalam hubungan ini, keputusan dalam lelang itu nantinya tidak ditentukan oleh penawar tertinggi, tetapi mirip sistem arisan. Sementara itu, sebagaimana ditulis di atas bahwa setiap orang mendapatkan papan 125 dan papan 125 ini nantinya dipatok harga Rp 2.750.000,00 untuk sawah yang berada di utara Dusun Wates. Sawah yang berada di selatan Dusun Wates dengan luas yang sama, yakni papan 125 dipatok Rp 2.500.000,00. Karena lelang, harga tersebut di bawah harga pasar yang sekarang dengan luas papan 125 itu pada kisaran Rp 3.000.000,00. Sementara itu, perbedaan harga itu dengan mempertimbangkan kondisi lahan. Kemudian, harga sejumlah itu berlaku untuk 1 tahun atau tiga kali masa panen.

Kemudian, di balai desa itu Pak Katijan (50 tahun) dan Pak Damanuri (35 tahun) dari Dusun Wates mendapatkan lotre dalam lelang pada malam itu. Beberapa hari kemudian, berbeda dengan Pak Damanuri yang menggarap sendiri sawah hasil lelang tersebut, Pak Katijan akan menjual perolehan lotre itu kepada saudaranya. Artinya, Pak Katijan mengalihkan haknya atau menjual sawah hasil lelang tersebut kepada saudaranya. Tentu saja itu adalah hak Pak Katijan dan itu sah-sah saja.

Dalam lelang itu agaknya hanya mengatur, bahwa orang yang mendapatkan lotre dalam lelang itu nantinya tidak boleh mengikuti lelang kembali. Maksudnya, begitu 1 tahun selesai maka sawah itu akan dilelang kembali dan mereka yang telah mendapatkan lelang tidak lagi bisa mendaftarkan diri sebagai peserta lelang selanjutnya.

Tanah atau sawah bengkok sendiri dapat dikatakan sebagai tanah aset desa. Statusnya tidak dapat diubah menjadi milik pribadi. Umumnya luas tanah dari bengkok sendiri rata-rata lebih luas dibandingkan dengan tanah milik pribadi. Hal itu juga terjadi di Desa Balongrejo. Pada saat yang sama, tujuan lelang itu sekaligus sebentuk upaya pembagian tanah di kalangan warga Desa Balongrejo.




2 komentar:

  1. pa kabar mas puguh???

    unik ya mas, dunia tentang pedesaan. saya juga awalnya bingung dengerin bapak2 di desa dengan istilah2 yg unik (bahu, dll).

    btw, kades2 dulu memang digaji sawah ya?
    nah, di desa-ku kapas itu udah jadi kelurahan,apakah sistem arisan kyk diatas masih ada ya?

    salam

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah baik, Mas Aan. Ya, perangkat desa pada umumnya digaji dengan sawah yang disebut dengan bengkok. Setahu saya status kelurahan itu langsung dibawah kecamatan sehingga pengelolaan kelurahan pun agaknya berbeda dengan wilayah yang berstatus desa. OK, thanks telah mampir di blog saya...Salam...

    BalasHapus