Mengenai Soal-Soal Ujian Sosiologi
Saya mendapatkan nilai 7.08 pada mata pelajaran sosiologi dalam ujian akhir pada Mei 2003 silam. Saat itu sosiologi belum di-UN-kan. Dalam penilaian kualitatif angka itu tergolong baik. Dari nilai secara keseluruhan saya dinyatakan lulus. Waktu itu sudah diberlakukan kelulusan dan ketidaklulusan. Jika sekarang ada peraturan nilai minimal 5.50 agar bisa lulus maka khusus untuk nilai mata pelajaran sosiologi itu sudah memenuhi syarat minimal.
Saya mendapatkan nilai itu sesuai aturan. Saya mengerjakan sendiri dan tidak mencontek. Juga tidak meminta bantuan jawaban dari teman. Panitia ujian nasional pun memasukkan nilai apa adanya. Namun, sayang, khusus untuk mata pelajaran Tata Negara saya sempat meminta bantuan jawaban teman saya yang ber-IQ cemerlang.
Ini tidak patut ditiru sebab tergolong curang. Saya sempat menyalin jawaban saya sendiri dengan jawaban milik teman saya dengan tipe-X. Namun, pada akhirnya saya hanya mendapatkan nilai 7.77 untuk Tata Negara. Saya merasa bersalah telah berbuat buruk. Dalam hati saya sering diliputi rasa bersalah pada guru yang mengajar mata pelajaran Tata Negara.
Secara sinis terkadang saya berpikir belajar sosiologi adalah mendapatkan nilai yang bagus saat ujian, khususnya ujian nasional (UN). Hal yang sama tampaknya berlaku untuk mata pelajaran lainnya. Tipe soal ujian pun berbeda antara UN dan soal ujian seleksi masuk perguruan tinggi (PT). Jadi, nilai UN pun seakan-akan tidak berguna. Jika ingin masuk di PT harus bisa mengerjakan soal-soal ujian yang berbeda dengan UN.
Tampaknya ini juga berlaku pada kuliah yang menurut aturan ditempuh dalam beberapa tahun. Namun, pada akhirnya adalah skripsi yang dibuat dan lulus tepat waktu. Setelah itu boleh memegang satu lembar ijasah dan satu lembar transkrip nilai yang kemudian dilegalisir untuk melamar kerja.
Belum sampai di situ, lulusan PT yang ingin menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) entah di daerah atau di pusat harus bersaing dengan lulusan PT lainnya. Berbahagialah mereka yang ber-IQ encer sehingga dapat lolos dalam tes PNS. Beruntung pula mereka yang memang bernasib baik dan memilih takdirnya. Namun, ratusan bahkan mungkin ribuan lulusan PT yang tidak lolos tes harus mencari jalan lain.
Kian ketatnya persaingan, tawar menawar jual beli jabatan PNS pun terjadi. Dalam kasus tertentu, kalau ingin menjadi PNS, seseorang tidak perlu harus bisa mengerjakan soal-soal PNS. Dengan kemampuan diri yang bisa diterima, asalkan punya uang berjuta-juta maka seseorang bisa menjadi PNS.
Berbahagia pula-lah mereka yang tidak termasuk dalam ungkapan ke-sinis-an itu. Kenyataannya hidup itu tidak selamanya berjalan pada satu sisi. Satu dua contoh membuktikan kesejahteraan ekonomi tidak selalu dicapai oleh jebolan kampus. Teman saya bisa sejahtera dengan menjadi kamituwo atau perangkat desa pada sebuah dusun. Teman saya itu tidak bergelar sarjana. Namun, dulu sempat mengenyam bangku kuliah meskipun akhirnya tidak diteruskan karena telah menjadi kamituwo.
Kembali pada judul ini judul di atas. Judul ini kelanjutan dari judul Sosiologi di Sekolah dan di Perguruan Tinggi. Dalam judul itu saya sedikit berbicara mengenai soal-soal ujian sosiologi. Saya menulisnya dari sudut filsafat soal-soal ujian sosiologi. Jadi, saya tidak membuat soal-soal sosiologi. Namun, di blog ini ada salah satu kategori tulisan, yakni Prediksi Soal UN 2009 Sosiologi dan Pembahasannya.
Saya mendapatkan prediksi soal UN 2009 itu dari www.banksoal.sebarin.com. Saya lalu menjawabnya disertai dengan pembahasannya. Acuan saya, buku pelajaran sosiologi. Namun, hanya beberapa soal saja yang saya bahas. Terkadang pikiran diliputi oleh rasa malas yang menghebat. Saya juga menjawab sejumlah soal pilihan ganda dengan jawaban sebanyak lima opsi itu dengan nalar. Jadi tidak melulu mengacu pada buku pelajaran sosiologi.
Namun, ada soal yang belum terjawab karena saya kesulitan menjawabnya. Seringkali saya ragu-ragu apakah jawaban saya itu benar atau tidak. Saat saya kuliah di Program Studi Sosiologi non-kependidikan saya hampir tidak mempelajari soal-soal sosiologi untuk SMA/MA. Dimungkinkan pula siswa bisa lebih pandai dalam menjawab soal-soal sosiologi daripada guru sosiologi.
Upaya saya itu juga bertujuan agar siswa terbiasa menjawab soal-soal ujian sosiologi. Khususnya jika siswa menghadapi UN. Tentu siswa juga bisa mempelajarinya dari buku berisi soal-soal persiapan ujian beserta pembahasannya yang dijual di toko-toko buku. Selain itu, upaya itu juga sebagai pembelajaran saya mengenai soal-soal ujian sosiologi.
Namun, sifat dari ilmu sosial yang relatif, ada sebagian soal yang bisa memunculkan perbedaan pendapat. Antara satu orang dengan orang lain. Karenanya, masih langka, bahkan mungkin belum ada peserta UN yang mendapatkan nilai 10.00 untuk mata pelajaran sosiologi. Berbeda dengan mata pelajaran matematika sebagai ilmu yang pasti. Jadi, wajar jika ada siswa yang mendapatkan nilai sempurna, 10.00 pada mata pelajaran matematika.
Karenanya baik pertanyaan maupun pilihan jawaban hendaknya se-logis mungkin. Kalimat dalam pertanyaan tidak dibuat asal-asalan agar bisa dinalar. Demikian juga dengan opsi-opsi jawaban jika soal berbentuk pilihan ganda. Umumnya opsi jawaban sebanyak lima. Antara satu opsi dengan opsi lainnya tampak sama-sama benar. Padahal, hanya satu opsi yang diminta yang dianggap benar. Misalnya contoh soal dari buku berjudul Manusia dan Masyarakat: Pelajaran Sosiologi untuk SMA/MA, oleh Niniek Sri Wahyuni dan Yusniati, Ganeca Exact, tahun 2007, no. 8, halaman 19 berikut ini.
8. Kemiskinan, gelandangan, pengemis, dan pengangguran merupakan masalah sosial dalam klasifikasi ...
Masalah masyarakat
Masalah ekonomi
Masalah biologis
Masalah psikologis
Masalah kebudayaan
Mungkin kita bingung memilih antara jawaban A (masalah masyarakat) dan jawaban B (masalah ekonomi). Jika melihat uraian di halaman 13 pada buku tersebut, jawabannya adalah B (masalah ekonomi). Dengan demikian, jawabannya adalah B karena buku juga menjelaskan begitu.
Perhatikan juga contoh soal nomor 8, halaman 104 pada buku Sosiologi SMA/MA untuk kelas X, oleh Idianto Muin, terbitan Erlangga, 2006, berikut ini.
8. Proses ketika orang per-orangan atau sekelompok manusia mula-mula saling bertentangan, lalu saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan, disebut ...
Kerja sama
Akomodasi
Akulturasi
Kompetisi
Asimilasi
Jika kita mencari jawabannya di bab Interaksi Sosial dalam Dinamika Kehidupan Sosial, khususnya di bab Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial maka jawaban yang benar adalah B (Akomodasi). Sekali lagi, kuncinya adalah membaca buku. Dengan kata lain, tes tulis seperti itu memerlukan kemampuan kognitif. Padahal, dalam sebuah pendapat, penilaian hasil belajar yang utuh juga mencakup penilaian afektif dan psikomotorik.
Di satu sisi, kemampuan kognitif atau kemampuan pemahaman ini dianggap sangat penting. Tes tulis seperti ujian sosiologi, ujian tulis CPNS maupun ujian tulis yang lain umumnya memerlukan kemampuan kognitif yang andal. Afektif atau sikap dan psikomotorik atau tindakan terkadang dianggap sudah melekat di dalam diri setiap siswa. Padahal, mencontek itu adalah curang dan buruk dari segi penilaian afektif maupun psikomotorik.
Terkait penilaian, nilai kebaikan, nilai kebenaran, nilai moral, nilai kepantasan, dan nilai-nilai yang lain dianggap sudah melekat pada diri individu. Dalam kasus video asusila yang dilakukan oleh siswa yang terlanjur beredar lewat ponsel, tergolong dalam pelanggaran berat dari sisi penilaian psikomotorik. Juga secara hukum meskipun secara kognitif siswa bisa mengerjakan soal-soal sosiologi dengan baik. Umumnya jika kemampuan kognitif baik maka kemampuan afektif dan psikomotorik juga baik meskipun itu dengan catatan.
Jadi disayangkan jika sekolah hanya mirip bimbingan belajar yang lebih menekankan aspek kognitif. Tentu saya tidak bermaksud merendahkan bimbingan belajar. Hanya demi hakikat belajar maka kelemahan-kelemahan itu hendaknya disadari untuk dicarikan solusi.
Kemudian, sepintas terkadang beberapa soal ujian sosiologi mirip soal ujian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Terkadang juga berbau seperti antropologi, psikologi, hukum, politik, bahkan ekonomi. Khusus antropologi akhirnya diintegrasikan ke dalam sosiologi. Akibatnya mata pelajaran antropologi ditiadakan. Kalau tidak salah peniadaan itu mulai tahun 2006.
Soal dengan jawaban B (Akomodasi) itu juga wujud dari politik kurikulum pendidikan. Ingat, negara juga punya kepentingan terhadap pendidikan. Negara menginginkan warganya tertib. Namun, dalam lingkup negara, sebuah konflik, sebuah ketegangan pasti terjadi. Misalnya, konflik dalam wujud kerusuhan di Situbondo pada 10 Oktober 1996 silam.
Dalam soal itu, individu dalam kelompok yang sedang bersitegang hendaknya saling mengakomodasi, yakni menyesuaikan diri dari persoalan agar bisa keluar dari ketegangan, dari suatu konflik tersebut. Umumnya konsep sosiologi memang banyak diserap dari bahasa Inggris. Seperti halnya akomodasi.
Lewat soal itu negara ingin menanamkan konsep dalam pikiran generasi mudanya. Jika terjadi konflik maka hendaknya bisa menyesuaikan diri untuk dimusyawarahkan, dicari jalan keluarnya. Namun, terkadang negara pun bisa memicu eskalasi sebuah konflik. Ulasan mengenai negara ini bisa dibaca pada sumber lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar