Majelis Taklim SMUDA Nganjuk
Oleh: Puguh Utomo
Majelis Taklim (MT) merupakan satu di antara sekian ekstrakurikuler yang ada di Sekolah Menengah Umum (
Sebagai organisasi, MT pun memiliki sejumlah kelengkapan organisasi ekstrakurikuler. Misalnya, anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (
Tulisan ini sekadar sorot balik MT dalam rentang antara tahun 2000-2003. Selama rentang tahun itu pula telah terjadi tiga kali regenerasi. Kiranya banyak dinamika yang dapat dicatat selama periode tersebut.
Dalam pada itu, pertengahan 2000 merupakan awal-awal pengenalan kehidupan sekolah. Masa merupakan kesempatan bagi sejumlah perwakilan dari seluruh ekstrakurikuler memasuki setiap kelas. Perwakilan tersebut mengenalkan profil ekstrakurikuler masing-masing. Tak terkecuali perwakilan dari MT dengan mengusung keislaman dan keorganisasian. Biasanya yang dikenalkan berupa program-program kerja yang telah maupun yang akan dilaksanakan.
Kemudian, pada hari-hari pertama masuk sekolah mulai tampak kegiatan ekstrakurikuler. Setiap siswa-siswi yang tak lain adalah kelas I yang berminat berorganisasi memilih ekstrakurikuler masing-masing. Akan tetapi, siswa-siswi yang berminat masuk ke organisasi yang ada di SMUDA tidak lebih dari 50 % dari total 360 siswa-siswi yang masuk pada 2000. Sementara itu, citra keislaman dan keorganisasian menjadi daya tarik utama bagi mereka yang berminat masuk ke MT. Apabila dihitung-hitung antara jumlah siswa dan siswi yang masuk ke MT maka ada sekitar 50 siswa (termasuk siswi). Jumlah itu tergolong besar dibandingkan dengan ekstrakurikuler yang lain. Kendatipun ada citra keislaman, itu tidak berarti semua siswa-siswi yang beragama Islam masuk ke dalam MT.
Lagi pula, di ekstrakurikuler yang lain juga bukan berarti tidak ada siswa-siswi yang beragama Islam. Di ekstrakurikuler yang lain juga ada unsur keislaman. Sekali lagi bahwa setiap ekstrakurikuler mengkonstruksi identitasnya masing-masing. Identitas itu misalnya tampak dari program kerja yang dilaksanakan setiap ekstrakurikuler. Terkait dengan itu, hampir setiap ekstrakurikuler di SMUDA Nganjuk bersifat inklusif. Demikian juga dengan MT. Itu terlihat, misalnya siswi yang masuk ke dalam MT tidak disyaratkan harus berjilbab.
Begitu hari masuk sekolah dimulai maka kegiatan-kegiatan MT yang telah diprogramkan pun mulai dijalankan. Seperti halnya ekstrakurikuler pada umumnya, hampir semua kegiatan dilaksanakan di luar jam sekolah. Kegiatan MT sendiri, misalnya kegiatan seperti kajian yang dilaksanakan setiap seminggu sekali juga dilaksanakan di luar jam pelajaran. Bahkan, kegiatan seperti kathaman Al Quran setiap sebulan sekali dilaksanakan seusai maghrib. Yang terakhir ini dikhususkan untuk siswa atau ikhwan yang menjadi anggota MT. Tentu saja anggota MT yang masih duduk di bangku kelas I juga turut terlibat dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Koordinator dari setiap kegiatan yang sekaligus program kerja MT itu dilaksanakan oleh anggota MT khususnya yang duduk di kelas II. Akan tetapi, pada waktu ini kepengurusan belum terbentuk secara formal. Selang beberapa bulan kemudian baru dikukuhkan kepengurusan baru yang dipegang oleh anggota MT kelas II, tetapi juga melibatkan anggota MT kelas I.
Adapun MT memiliki program kerja yang tergolong cukup banyak. Dua kegiatan yang disebutkan di atas hanya sedikit dari sekian program kerja. Kegiatan yang lain misalnya tafakur alam (TA), kunjungan atau anjangsana, pondok Ramadhan, muslim excat group (
Ada beberapa hal yang dapat dicatat dalam beberapa pelaksanaan program kerja tersebut. Kegiatan TA pertama misalnya, kegiatan itu mirip perkemahan yang dilaksanakan selama tiga hari dua malam di kaki Gunung Wilis. Peserta maupun panitia dalam TA ini seluruhnya laki-laki. TA kedua dilaksanakan pada 2001 selama kurang lebih lima hari di kaki Gunung Kawi di Kabupaten Malang. TA kedua ini bagi anggota MT kelas I tergolong TA yang terberat sebab kondisi medan sangat ekstrim. Suhu udara di malam hari sangat dingin dan perbekalan maupun fasilitas di medan pun cukup minim.
TA kedua ini kegiatannya cenderung militeristis. Misalnya, suatu hari peserta diminta bergulung di tanah. Namun, itu tidak terlalu sering. Dan lagi, pada malam terakhir terdapat ujian mental dan ujian fisik. Misalnya, pendirian peserta diuji dengan sejumlah pertanyaan yang menyindir. Dan lagi, terkadang disertai hukuman fisik seperti jump up. Sebetulnya, prosedur militeristis tersebut tidak tertulis dalam AD maupun
Namun, spontanitas tersebut bukan tanpa alasan. Pola-pola tersebut sebetulnya telah ada pada benak sebagian panitia sebagai senior. Konon, sebelumnya pola-pola itu telah mengakar sehingga kemungkinan besar akan menurun ke yuniornya. Seolah-olah itu merupakan komitmen bersama, tetapi sebetulnya tidak semua panitia TA berpandangan militeristis. Ketika pola-pola tersebut berlangsung, ketua panitia TA, pengurus inti MT maupun pembina MT juga tidak dapat mengendalikan pola-pola yang militeristis tersebut. Di samping itu, sebagian besar ekstrakurikuler di SMUDA Nganjuk juga mempraktikkan pola-pola yang serupa.
TA merupakan satu-satunya kegiatan yang diselenggarakan di alam bebas. Pada dasarnya TA lebih bernuansa tantangan dan petualangan. Bagi sebagian sebagian ikhwan kegiatan itu cukup menarik khususnya yang suka tantangan dan petualangan. Meskipun demikian, kegiatan berupa perkemahan (camping) dan menjelajah (hiking) tersebut bagi sebagian ikhwan yang lain mungkin sebentuk kegiatan menyengsarakan diri. Namun, kenyataannya kegiatan TA lebih banyak menyedot anggota MT daripada kegiatan lain, misalnya khataman Al Quran.
Kemudian, selang beberapa bulan kemudian anggota MT yang naik ke kelas II diamanati untuk mengurus MT. Selain proses regenerasi, pengurus yang duduk di kelas
Pemilihan pengurus dengan sistem tersebut menandai betapa tidak mudahnya mengelola organisasi ekstrakurikuler. Pemilihan pengurus inti dengan penunjukan mengesankan kesepihakan. Hasilnya, pengurus inti bisa saja menerima amanat kepengurusan dengan keterpaksaan. Selain hal itu, penunjukan itu memungkinkan pengurus yang akan mengakhiri kepengurusannya tidak betul-betul mengetahui latar belakang pengurus yang baru. Selanjutnya, karena pengurus inti atau disebut juga pengurus harian dipilih oleh anggota MT yang sebentar lagi mengakhiri kepengurusan maka turut pula memengaruhi posisi pengurus inti di mata kelas II yang nanti bersama-sama duduk dalam satu kepengurusan.
Di satu sisi, kepengurusan tersebut merupakan satu struktur. Maksudnya, baik pengurus laki-laki (ikhwan) maupun perempuan (akhwat) terstruktur dalam satu kepengurusan. Namun, di sisi yang lain, kepengurusan itu seolah terpisah antara pengurus laki-laki dan perempuan. Itu terlihat dari sejumlah kegiatan, misalnya kajian yang dilaksanakan setiap seminggu sekali. Kendatipun demikian, sebetulnya itu tidak sungguh-sungguh terpisah. Malahan, itu sebagai perwujudan keorganisasian dalam MT.
Dalam kaitan itu, dari sisi sosiologi organisasi, ada beberapa hal yang bisa dicatat. MT merupakan organisasi ekstrakurikuler berbasis keagamaan, keislaman. Meskipun berbasis keagamaan, itu bukan berarti hanya berkutat pada dimensi peribadatan semata. Ada dimensi muamalah yang juga dijalankan, misalnya
Berkait dengan keislaman dan keorganisasian maka cakupannya akan sangat luas dan mendalam. Untuk jenjang siswa-siswi
Selanjutnya, dalam kenyataan keorganisasian, anggota-anggota MT pun tak luput dari kenyataan keseharian. Misalnya, konflik internal MT maupun eksternal yang merupakan keniscayaan, dinamika yang harus dilalui oleh sebuah organisasi. Konflik itu sendiri bisa berdasar interpretasi terhadap keislaman dan bisa juga nilai-nilai lain yang dimiliki oleh individu masing-masing. Contoh mudah yang saat itu menjadi buah bibir, yakni bagaimana pandangan MT tentang pacaran.
Hal-hal seperti itu kiranya dialami oleh pengurus aktif MT, yakni pengurus 2001/2002. Bagaimanapun juga kepengurusan itu merupakan amanat yang mau tidak mau harus dilaksanakan meskipun tidak ada jaminan materi. Memang, itu pun bisa dimaknai sebagai amal saleh, tetapi justru seringkali pengurus itu sendirilah yang berkorban waktu, tenaga, biaya, serta bentuk-bentuk immateri yang lain. Dalam hal ini, pengurus sudah pasti diamanati untuk mengkoordinasi kegiatan seperti peringatan hari besar keagamaan seperti disebutkan di atas. Lebih-lebih saat itu pada 2001 sedang berlangsung pemugaran masjid maka anggota MT-lah terutama anggota laki-laki yang turut dikerahkan membantu beberapa pekerjaan dalam pemugaran tersebut.
Telah ditulis di atas bahwa keanggotaan MT cukup banyak. Namun, bukan berarti MT dapat mengikat erat-erat anggotanya meskipun telah ada AD dan
Akhirnya, secara pribadi saya mengapresiasi yang setinggi-tingginya untuk semua anggota MT khususnya pengurus MT 2001/2002. Kiranya ungkapan itu belum terlambat untuk sekadar mengenang kembali suka dan duka selama menjadi bagian dari ekstrakurikuler bernama Majelis Taklim.
Majelis Taklim, apa kabar?
Puguh Utomo
Pengurus MT 2001/2002
Alumnus Prodi Sosiologi, Universitas Jember