Rabu, 14 Juli 2010

Mengurus SIM C


Gambar diunggah dari sini.

Mengurus SIM C

Kamis, 8 Juli 2010 saya menemani saudara sepupu saya yang mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) C yang baru. Setelah sekian tahun memiliki kendaraan roda dua baru hari itu saudara itu mengurus SIM. Maklum, saudara saya itu jarang bepergian. Apalagi aktifitasnya yang sebagai petani jarang bepergian, apalagi keluar kota. Namun, anak sulungnya kini telah lulus dari Sekolah Dasar (SD). Anaknya akan dipondokkan di kecamatan lain. Saat mengantarkan anaknya dengan kendaraan bermotor itulah dia berpikir untuk memiliki SIM C. Khususnya saat berkendara di jalan raya.

Dalam pengurusan itu saya hanya menemani dan terkadang membantu mengisi formulir. Dalam hal ini saya bukan makelar SIM. Kami pun mengurus SIM sesuai prosedur. Artinya, kami tidak “titip” pada oknum atau calo. Memang, saudara saya itu sempat berniat “titip” pada salah satu oknum. Namun, oknum itu sudah tidak bisa lagi. Jadi, pengurusan SIM sejak 25 Mei 2010 itu harus lewat prosedur.

Selain itu, saudara sepupu saya yang lulusan SD itu mengajak, mungkin 10 Mei 2010 yang lalu saya mengurus SIM A. Lagi pula, saya juga tidak meminta upah dari saudara saya itu. Lewat tulisan ini pun saya ingin berbagi tentang pengalaman dalam mengurus SIM.

Kami tiba di Polres Nganjuk pukul 08.00. Motor kami dikenai perkir sebesar Rp 1000,- dan dibayarkan seketika itu juga. Saat itu sudah ramai dengan antrean pencari SIM. Kami langsung bertanya pada salah seorang pemandu. Kami diminta menuju ke koperasi yang tidak lain adalah tempat foto kopi. Di tempat foto kopi ini sudah ramai oleh pencari SIM. Saudara saya itu pun memberikan KTP nya untuk difoto kopi.

Setelah itu kami diberi map khusus dengan label kepolisian. Di tempat foto kopi ini kami dikenai biaya Rp 2.500,-. Setelah itu, kami meminta formulir berwarna putih pada salah satu karyawan yang tidak berseragam. Di formulir itu mengisi, misalnya nama, alamat, nama ibu, nama ayah, dan seterusnya. Di situ ada meja kursi tempat mengisi formulir. Kami beruntung saat itu kami membawa pulpen sendiri sehingga tidak perlu menunggu orang lain yang memegang pulpen.

Selesai mengisi, kami kembali pada karyawan tadi untuk cap jempol jari. Kemudian, karyawan itu meminta saudara sepupu saya itu menuju ruangan samping untuk stempel. Dari ruangan itu saudara saya itu menuju ke cek kesehatan. Letaknya di seberang jalan, tak jauh dari Polres tetapi berada di luar area Polres. Di tempat cek kesehatan oleh seorang dokter ini, saudara saya itu langsung mengumpulkan map yang dibawanya sebagai tanda antrean.

Perlu waktu beberapa menit di cek kesehatan ini. Cek kesehatan itu saudara saya itu dikenai biaya Rp 15.000,-. Setelah itu, saudara saya itu foto di sebelah ruang cek kesehatan tadi. Biayanya Rp 15.000,-. Setelah itu kembali ke ruang tempat stempel tadi. Sekembalinya dari sana kami menuju pemandu tadi. Oleh pemandu, kami diberikan formulir lagi untuk diisi.

Selesai mengisinya kami kembali ke pemandu dan diminta mengumpulkan map ke ruang ujian teori. Waktu itu kami sempat berdiri di ruang ujian teori sebab pintunya tertutup rapat. Ternyata pintu itu langsung dibuka saja dan mengumpulkan map tadi. Di ruang ujian teori itu sudah ada sejumlah orang yang diuji.

Saudara saya itu tidak langsung bisa diuji sehingga perlu mengantre. Selama menunggu itu, kami juga mengetahui salah seorang bapak yang memperpanjang SIM C-nya. Kata bapak itu mereka yang memperpanjang SIM C tidak perlu ujian teori maupun ujian praktik. Di beberapa loket juga ada pemberitahuan secara tertulis bahwa sejak tanggal 25 Mei 2010 untuk pengurusan SIM A yang baru biayanya Rp 120.000,-; SIM C yang baru Rp 100.000,-. Perpanjangan SIM C biayanya Rp 75.000,-; perpanjangan SIM A Rp 80.000,-.

Kemudian, pemberitahuan lewat pengeras suara memanggil mereka yang akan ujian teori, termasuk nama saudara saya itu. Kira-kira saat itu ada sepuluh nama yang dipanggil. Ujian itu pun memakan waktu agak lama. Selama menunggu itu saya juga sempat ngobrol dengan seorang bapak yang juga menemani saudaranya mencari SIM. Perlu diketahui, masa berlaku SIM dicocokkan dengan tanggal dan bulan lahir pencari atau pemilik SIM nantinya.

Itu juga saya obrolkan dengan bapak tadi. Bapak itu juga baru saja memperpanjang SIM C-nya pada 2 Juli 2010. 2 Juli itu merupakan tanggal dan bulan lahir bapak itu, setelah saya mengetahui dari SIM C-nya. SIM C dan SIM A milik saya pun masa berlakunya, oleh petugas, dicocokkan dengan tanggal dan lahir saya. Begitu juga dengan SIM C milik ayah saya.

Misalnya, SIM A milik saya dikeluarkan atau dibuat pada 10 Mei 2010. Masa berlakunya sampai 28 Desember 2015. Jadi, masa berlakunya SIM itu dicocokkan dengan tanggal dan bulan lahir saya. Seharusnya saya mengurus SIM A itu pada 28 Desember 2009. Hal itu karena masa berlakunya SIM dihitung sejak tanggal dan bulan tersebut.

Sekitar pukul 10.15 saudara saya keluar dari ruangan ujian teori dengan membawa satu brosur informasi tentang pengurusan SIM. Dia mengatakan bahwa dirinya tidak lulus ujian teori. Karena itu dia akan kembali lagi keesokannya dan langsung menuju ke ruangan ujian teori. Tentu saja tanpa mengulang seperti pengisian formulir sampai cek kesehatan. Hari sebelumnya saat saya di perpustakaan daerah Nganjuk juga ada seorang bapak yang mengeluh sulitnya mendapatkan SIM.

Dalam perjalanan pulang dia menceritakan saat ujian teori. Dari seluruh peserta atau pencari SIM dalam tes itu hanya satu yang lulus. Itu pun peserta yang pada hari sebelumnya juga tidak lulus. Dalam tes itu ada 30 pertanyaan dengan membacanya di layar yang telah disediakan. Peserta tes menjawabnya dengan memilih di antara dua pilihan dalam dua tombol yang juga telah disediakan.

Saudara saya itu juga menceritakan, misalnya ada pertanyaan jika pengendara A dari arah timur menuju arah barat bertemu dalam satu perempatan dengan pengendara B yang dari arah selatan dan ingin berbelok ke arah barat maka mana yang perlu didahulukan? Setahu saya yang benar adalah pengendara A perlu mendahulukan atau memberi kesempatan pada pengendara B yang berbelok. Itu saya tahu dari buku teori lalu lintas yang saya baca. Sebaliknya, saudara saya itu memilih pengendara A yang mendahului pengendara B.

Rangkaian tahap itu sepertinya sama antara pencari SIM C maupun SIM A. Dalam hal ini, saya tak banyak tahu tentang SIM B, B I, maupun B II. Sebagaimana diketahui bahwa SIM terdiri atas beberapa jenis sesuai dengan jenis kendaraan. Misalnya, SIM C untuk kendaraan roda dua. Tentu informasi selengkapnya bisa diperoleh di Kepolisian Resor (Polres). Misalnya, mengenai biaya yang saya sebut di atas.

Jumat, 9 Juli 2010, setelah jumatan saya bertanya pada saudara saya itu tentang hasil tes. Katanya, dia memang lulus tes teori. Namun, dia gagal pada tes praktik, yakni mengendarai motor dengan melewati beberapa tanda. Menurutnya, gas motor yang dipakai untuk tes terbilang susah. Tes praktik itu dilakukan dengan motor yang telah disediakan oleh Polres di area Polres. Demi mendapatkan SIM C, dia pun akan mengikuti ujian praktik pada Jumat depan, yakni pada 16 Juli 2010. Ketidaklulusan tes praktik itu pun menandai bahwa saudara saya itu belum bisa memiliki SIM C.


1 komentar: