Judul Skripsi Sosiologi
Kamis, 30 September 2010 saya meng-up date facebook saya. Bunyinya “Pada dasarnya manusia itu egois”. Seorang teman ada yang menyukai up date status itu. Beberapa menit kemudian ada adik tingkat saya dulu yang mengomentari up date status saya itu. Dia mengucapkan maaf lahir batin pada saya. 10 September 2010 lalu memang 1 Syawal 1431 H sekaligus lebaran. Antara status up date dan komentarnya itu memang tidak berkaitan. Namun, berhubung di facebook, komentar itu sah-sah saja.
Dalam komentarnya itu dia bertanya, “Mas, semester ini aku mau seminar. Tapi gak nemu judul, ada saran?”. Saya kemudian balik bertanya padanya, yakni judul yang ia punya sementara ini. Namun, dia tidak segera membalasnya. Akhirnya saya menanyainya kembali lewat short message service (sms). Dia ingin meneliti tentang mitos yang ada di masyarakat tempat ia tinggal sekarang. Dia tidak ingin melakukan penelitian lapangan. Maksudnya, dia tidak ingin meneliti di suatu tempat yang jauh dari tempatnya tinggal. Hal itu juga menyangkut waktu, tenaga, dan biaya penelitian.
Saya menyarankan padanya agar segera mengerjakan skripsinya. Tujuannya, antara lain, agar cepat lulus. Saya juga menyarankan agar judul yang ia ajukan ada bobot akademisnya. Maksudnya agar tidak sembarangan dalam menentukan judul. Tujuannya agar dosen yang smart mudah meng-acc judulnya. Saat itu dia juga meminta saran penelitian tentang mitos tadi. Saya pun menanggapi, saya tidak bisa menilai konsepnya itu. Sebab itu bergantung kesepakatan antara mahasiswa dan dosen pembimbingnya.
Jika saya menilai konsepnya tentang mitos itu tidak bernilai sosiologis maka belum tentu dosen pembimbingnya menganggap tidak bernilai sosiologis. Umumnya dosen pembimbing mengikuti mahasiswa yang dibimbingnya. Entah konsepnya atau judulnya itu baik atau jelek. Umumnya setiap mahasiswa memiliki konsep sendiri-sendiri. Syukur jika judul itu unik, kreatif, dan sosiologis. Biasanya jika judulnya itu sudah sangat jelek maka dosen pembimbing meminta mencari judul yang lain.
Judul di atas sesungguhnya melengkapi tulisan saya yang berjudul Membuat Skripsi yang Sosiologis. Juga melengkapi judul Mahasiswa Sosiologi dan Dilema Skirpsi. Keduanya sudah saya publikasikan di blog ini. Khususnya judul Membuat Skripsi yang Sosiologis, sedikit demi sedikit saya edit.
Kembali pada judul di atas. Jika saya ditanya tentang judul yang bisa diteliti oleh mahasiswa sosiologi maka saya balik bertanya kembali. Apabila seorang mahasiswa meminta judul pada saya maka saya tidak bisa memberikannya. Sejelek apapun judulnya, pasti mahasiswa memiliki judul sendiri. Lagi pula jika saya memberinya judul maka belum tentu mahasiswa mau menerimanya meskipun menurut saya itu bernilai sosiologis.
Sebetulnya melalui skripsi yang telah saya buat dan ada di rak perpustakaan, sudah bisa menjadi salah satu contoh dalam membuat skripsi. Skripsi sosiologi yang lainnya, tesis dosen sosiologi, jurnal yang ditulis oleh dosen sosiologi juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan judul skripsi sosiologi. Belum lagi contoh judul dari internet.
Apalagi misalnya mahasiswa jurusan lain membacanya maka mungkin mereka tahu itu sebagai skripsi. Jika mahasiswa Sastra Indonesia membaca judul skripsi mahasiswa sosiologi maka mungkin akan merasa asing. Demikian juga jika mahasiswa sosiologi membaca judul skripsi mahasiswa Sastra Indonesia maka mungkin juga akan merasa asing.
Dari pertanyaan adik kelas saya itu pun tampaknya Program Studi Sosiologi Universitas Jember masih meminta mahasiswa mengajukan judul. Dengan begitu, dosen dapat mengetahui arah pikiran mahasiswa dalam membuat skripsi. Umumnya judul itu tidaklah final, apalagi dalam penelitian kualitatif. Artinya, judul itu bisa saja berubah. Mahasiswa saat ditanya tentang idenya terkait akan seminar untuk skripsi, biasanya bahasanya berputar-putar, kurang jelas apa maksudnya.
Lebih jauh dari ini, judul itu merupakan bagian terkecil dari proses seseorang mengerjakan skripsi. Skripsi sesungguhnya juga bagian terkecil dari proses seseorang menjadi mahasiswa. Kita tahu, penyelesaian pengerjaan skripsi bukanlah tujuan akhir dari perjalanan hidup seseorang. Umumnya setelah seseorang mengerjakan skripsi maka masih ada tahap selanjutnya. Misalnya tes untuk masuk lapangan pekerjaan.
Sebaliknya, banyak kasus menunjukkan, kelambatan masa studi mahasiswa karena persoalan skripsi. Terkadang persoalan skripsi juga bisa menimbulkan konflik antara mahasiswa dengan dosen maupun antara mahasiswa dengan orang tuanya. Juga dilaporkan sejumlah kasus mengenai kecurangan dalam skripsi. Misalnya, penjiplakan skripsi sampai jual beli skripsi.
Orang bisa berkata apa saja mengenai skripsi. Orang terkadang memandang skripsi tidak selalu akan ditanyakan jika misalnya seseorang melamar bekerja di sebuah bank. Maka dari itu, hendaknya jangan terlalu idealis dalam mengerjakan skripsi. Sejumlah mahasiswa berpikir untuk membuat skripsi yang biasa-biasa saja. Nilai pas-pasan pun tidak jadi soal. Yang penting bisa cepat lulus.
Seseorang bisa saja beralasan dia tidak idealis dalam mengerjakan skripsi. Namun, dirinya sesungguhnya kesulitan dalam mengerjakan skripsi. Lagi-lagi itu juga menyangkut pilihan seseorang dalam mengerjakan skripsi. Sekali lagi, setiap mahasiswa memiliki pengalaman sendiri-sendiri akan skripsi. Penilaian orang terhadap skripsi pun tidak melulu pada angka atau huruf yang tertera di transkrip nilai. Ada penilaian yang tak mungkin ditulis di transkrip nilai. Penilaian itu ada dalam diri orang-orang yang mengetahui bagaimana perjuangan dalam membuat skripsi.