Rabu, 16 Februari 2011

Bank itu Tak Menyediakan Koran

Bank itu Tak Menyediakan Koran

Umumnya Anda akan mudah menjumpai koran di perpustakaan. Jika Anda hobi membaca, khususnya koran, dan tempat tinggal Anda dekat dengan perpustakaan umum. Anda mungkin akan membacanya di perpustakaan. Apalagi jika Anda memiliki waktu luang pergi ke perpustakaan. Anda tidak ingin berlangganan koran, sementara Anda sangat ingin membaca koran. Terlebih Anda sekadar ingin menikmati suasana perpustakaan.

Begitu juga dengan perpustakaan di lembaga pendidikan seperti sekolah maupun perguruan tinggi. Umumnya kita juga mudah menjumpai koran di sana. Mungkin di tempat kerja Anda juga berlangganan koran. Di kios-kios biasanya juga menjual koran. Namun, jika ingin membacanya berarti Anda harus membelinya.

Mungkin Anda juga pernah ke rumah sakit dan Anda juga menjumpai koran di sana. Sambil menunggu, Anda bisa membaca koran. Jika Anda hobi membaca atau jika Anda ingin mendapatkan informasi tertentu, Anda bisa membacanya. Mungkin Anda sekadar ingin melihat gambar-gambar di koran itu. Biasanya rumah sakit menyediakan koran terbaru dan terbitan beberapa hari terakhir.

Namun, mungkin Anda jarang atau bahkan tidak pernah menjumpai sebuah bank yang menyediakan koran untuk dibaca. Di sebuah bank yang biasanya saya men-transfer uang untuk saudari saya yang kuliah di luar kota menyediakan koran untuk dibaca. Koran ini bisa dibaca oleh nasabah sambil mengantre untuk dilayani oleh teller atau customer service. Ada dua nama koran di sana. Akan tetapi, Kamis, 10 Februari 2011, bank itu sudah tidak lagi menyediakan koran yang bisa dibaca oleh nasabah. Padahal, sekitar satu bulan yang lalu saat saya transfer di bank itu masih menyediakan koran.

Saya sempat menanyakannya pada seorang satuan pengamanan (satpam) bank tersebut. Katanya “dulu pernah ada kejadian, tetapi di luar. Semuanya membaca koran.” Jawabannya memang kurang masuk akal. Saya juga tidak menanyakannya lagi alasannya pada satpam tersebut. Lagi pula dari jawabannya, satpam itu sepertinya ingin menutupi sesuatu.

Akan tetapi, saya akhirnya menduga apakah kejadian itu berupa perampokan. Namun, dugaan saya itu tidak beralasan sebab selama ini tidak ada berita bank itu dirampok. Namun, mungkin ada nasabah yang membaca koran, kemudian nasabah itu tidak memperhatikan saat mesin pemanggil menyebut nomor antreannya. Dengan demikian, itu menghambat layanan oleh teller atau customer service.

Secara pribadi, saya menyukai layanan bank tersebut. Salah satunya adalah menyediakan koran yang bisa dibaca. Namun, kini tidak lagi. Juru parkirnya pun ramah. Saat ramai, terkadang juru parkir membantu nasabah yang hendak pergi. Satpam juga ramah membuka pintu bank. Seringkali menanyakan nasabah apakah ada yang bisa dibantu.

Nomor antreannya pun elektronik. Tinggal pencet tombol akan ke teller ataukah ke customer service. Ruangannya pun berpendingin udara. Teller dan bagian customer service juga ramah. Wajahnya pun cantik. Seringkali seorang di customer service berdiri dari tempat duduk sambil menyapa “selamat siang” atau “ada yang bisa dibantu” saat ada nasabah baru. Sebagai nasabah, saya pun percaya dengan bank itu terkait dengan kebeadaan uang saya.

Saat di bank, entah pikiran saya ke mana-mana. Kiranya tidak pantas jika menanyakan apakah salah seorang teller itu memiliki facebook. Itu adalah persoalan pribadi sehingga itu hendaknya tidak ditanyakan. Apabila ditanyakan pun maka kemungkinan besar teller tidak akan memberikannya jika memang punya facebook. Berbeda jika misalnya bertanya tentang jumlah minimal uang yang bisa ditransfer. Kemungkinan besar itu akan dijawab oleh teller. Semua itu sebagai layanan dari pihak bank.

Bank sebagai tempatnya uang dalam jumlah yang banyak juga ber-risiko dirampok. Karena itu, bank memakai jasa keamanan baik dari satpam maupun kepolisian. Dengan bentuk yang berbeda, misalnya perampokan sebuah bank seperti yang ada di film juga bisa terjadi di dunia nyata. Orang yang bekerja di bank tentu menyadari ini.

Pikiran saya yang ke mana-mana pun berlanjut sampai saat saya mengendarai motor, hendak pulang. Dulu seorang teman pernah berujar, setiap orang hendaknya bisa menyelesaikan masalah dirinya sendiri. “Diri sendiri” inilah kata kuncinya. Pengertian “diri sendiri” ini bukan egois. “Diri sendiri” ini dalam banyak hal memengaruhi dan dipengaruhi oleh “diri” itu sendiri.

Misalnya, saat saya mengendarai motor dan konsentrasi pikiran saya menurun, bahkan hilang maka kemungkinan saya bisa saja celaka di jalan. Dalam derajat tertentu, diri saya sendiri menjadi penentu keselamatan atas diri saya sendiri. Kiranya ini juga berlaku untuk Anda.

2 komentar:

  1. Menyebalkan sekali bisa waktu ngantri tidak ada bahan bacaan. Apalagi waktu itu lupa bawa buku. Semoga korannya kembali diterbitkan, maksudnya di bank tersebut ...

    BalasHapus
  2. Saya pun berharap bank tsb menyediakan koran yang bisa dibaca.

    BalasHapus