Rabu, 20 Mei 2009

A-IV dan Mahasiswa Sosiologi

A-IV dan Mahasiswa Sosiologi

Oleh: Puguh Utomo

Sebagian mahasiswa sosiologi, Program Studi (Prodi) Sosiologi, Universitas Jember, mengambil akta mengajar (A-IV). Sebagai contoh dari angkatan 2003 saja, sedikitnya ada empat orang yang mengambil A-IV. Sejumlah mahasiswa sosiologi pada angkatan lain juga mengambil A-IV. Akan tetapi, jumlah mahasiswa yang mengambil A-IV di setiap angkatan jumlahnya berlain-lainan. Walaupun demikian, di Prodi Sosiologi, pada setiap satu angkatan, jumlah yang mengambil A-IV tidak lebih dari 50%. Pengambilan A-IV ini didominasi oleh kalangan mahasiswi. Selebihnya, persentase itu pun menunjukkan bagaimana A-IV ini di mata mahasiswa sosiologi yang tidak mengambilnya.

Rata-rata mahasiswa sosiologi mengambil A-IV di semester akhir, yakni berkisar pada semester VIII. Dalam hubungan ini, ada yang mengambilnya setelah lulus dari strata 1 Prodi Sosiologi. Namun, ada juga yang sudah mulai mengambilnya sebelum lulus meskipun konon A-IV baru bisa dijalani setelah enam bulan kemudian semenjak kelulusan dari strata 1. Biasanya di semester akhir ini beban kredit semester sudah mulai berkurang. Oleh karena itu, intensitas perkuliahan pun mulai berkurang. Di antara jeda waktu itulah dimanfaatkan untuk mengikuti perkuliahan A-IV.

Mekanisme perkuliahan A-IV sendiri sebagaimana perkuliahan pada umumnya. Menurut cerita beberapa mahasiswa sosiologi yang mengambil A-IV pada pertengahan 2008 di sebuah Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) swasta di Jember, mengatakan bahwa perkuliahan dilaksanakan Sabtu dan Minggu.

Perkuliahan A-IV sendiri berlangsung selama dua semester. Selama dua semester tersebut mahasiswa dibebani 24 kredit semester. Semester pertama dipakai untuk kuliah di dalam ruangan dengan kurikulum pedagogis. Tentu saja kurikulum itu tidak diberikan di Prodi Sosiologi yang nonkependidikan. Kemudian, semester dua untuk praktik mengajar. Umumnya praktik mengajar berlangsung sekitar satu bulan. Jadi, dalam waktu tujuh bulan mahasiswa dapat memiliki sertifikat A-IV. Masih menurut cerita mahasiswa sosiologi, biaya pendidikan A-IV pada waktu itu sejumlah Rp 2.450.000,-.

Sebetulnya pada 2004 sempat ada wacana Program Dua Gelar (PDG) antara Prodi Sosiologi dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan (FKIP) Unej. Namun, itu tidak jadi dilaksanakan. Mungkin jika ada PDG maka mahasiswa sosiologi tidak perlu mengambil A-IV. FKIP Unej sendiri sudah tidak menyelenggarakan A-IV sejak 2005. Sejak saat itu di Jember hanya LPTK swasta saja yang masih menyelenggarakan A-IV. Sementara itu, September 2009 ini direncanakan akan dibuka Pendidikan Profesi Guru (PPG) (http://www.diknas.go.id/headline.php?id=186). Tampaknya PPG inilah yang menggantikan A-IV.

Berkenaan dengan itu, sampai sekarang, sebagian tenaga pendidik sosiologi di jenjang Sekolah Menengah Umum (SMU) dinilai bukan berlatar belakang dari strata 1 (S-1) sosiologi. Pada saat yang sama, sosiologi dikesankan sebagai mata pelajaran yang cukup mudah. Oleh karena itu, bagi sejumlah tenaga pengajar meskipun tidak berlatarbelakang S-1 dapat menjadi guru sosiologi. Misalnya, S-1 kependidikan geografi bisa mengajar sosiologi; S-1 sejarah bisa mengajar sosiologi. Meskipun demikian, itu berpulang pada kreativitas setiap pendidik dalam mengajarkan sosiologi.

Sementara itu, peluang menjadi guru sosiologi rasionya terbilang masih rendah. Misalnya, di Kabupaten Nganjuk pada 2008 ada satu formasi untuk S-1 kependidikan sosiologi atau A-IV, sedangkan pendaftarnya ada lima; di Kabupaten Bondowoso ada lima formasi dengan delapan pendaftar; di Kediri kabupaten ada lima formasi dengan 17 pendaftar. Di beberapa kabupaten itulah sejumlah alumnus Prodi Sosiologi Unej pemilik A-IV mendaftarkan diri. Sesuai dengan itu, untuk tes di Kediri kabupaten alumnus Prodi Sosiologi harus berkompetisi dengan alumni dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Gajah Mada (UGM), dan universitas-universitas lainnya.

Bukanlah hal baru jika mahasiswa nonkependidikan mengambil A-IV untuk sertifikat mengajar. Hampir dapat dipastikan bahwa beberapa mahasiswa yang berlatarbelakang nonkependidikan ini akhirnya akan mengambil jalan menuju ke pegawai negeri sipil (PNS) tersebut. Agaknya tidak ada larangan dalam pengambilan A-IV tersebut. Lagi pula, hal itu sudah lazim sekalipun masih tersisa polemik karena dikotomi nonkependidikan dan kependidikan. Polemik tersebut terutama lulusan nonkependidikan dengan A-IV yang masuk ke kependidikan.

Puguh Utomo

Alumnus Prodi Sosiologi

Universitas Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar