Senin, 07 September 2009

Diesel di Sawah

Diesel di Sawah

Oleh: Puguh Utomo


Di sawah di sebelah utara Dusun Wates, Desa Balongrejo, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk ini ada sekitar 36 diesel yang dioperasikan. Hampir di setiap petak sawah milik petani di dusun tersebut terdapat mesin pompa air yang digunakan untuk mengairi sawah. Sebagian besar adalah diesel milik petani di dusun yang kini terdiri atas kira-kira 200 kepala keluarga tersebut. Hampir setiap diesel di sawah tersebut tidak dibawa pulang, tetapi tetap dibiarkan berada di sawah. Sementara itu, selang penyedot pada wayer tetap dibiarkan menancap pada sumur diesel dengan kedalaman sekitar 40 meter.

Di sawah itu, beberapa diesel dibuatkan rumah-rumahan yang dengan empat tiang bambu dan atap yang beberapa rumah-rumahan itu di antaranya dari genteng. Umumnya rumah-rumahan itu tanpa dinding. Sebagian lagi hanya ditanami pohon talok untuk memayungi diesel dari sinar matahari. Sementara itu, sejumlah diesel hanya ditutupi karung goni. Bahkan, ada beberapa diesel yang dibiarkan terpapar sinar matahari langsung.

Petani di dusun itu sendiri mulai ramai-ramai memakai diesel dengan kapasitas besar, yakni 8 PK pada 2006. Kira-kira pada 1990-an petani masih mengandalkan sistem irigasi dengan pasokan air dari sungai. Setelah itu, petani memakai diesel kecil berbahan bakar bensin dan minyak tanah. Kemudian, mulai tahun 2006 itu mulai banyak petani yang memakai diesel dengan ukuran lebih besar.

Pada pertengahan Juli 2009 diesel-diesel itu mulai intensif dioperasikan. Persisnya saat mulai pengolahan sawah, yakni mentraktor lahan. Diesel memompa air dari dalam tanah dan mengairi lahan sehingga memudahkan tanah untuk ditraktor. Pada saat yang sama, petani juga daud atau mencabut benih padi yang berumur kurang lebih 25 hari.

Saat musim tanam seperti sekarang ini, akhir Agustus 2009, diesel biasa dioperasikan pada pagi hari sekitar jam 06.00. Misalnya, hari itu, Kamis, 3 September 2009, sawah milik Pak Tomo, 69 tahun, dengan luas lahan 450 ru sejak pagi telah mengoperasikan satu unit dieselnya. Karena posisi sawahnya terpisah, Pak Tomo juga menyewa satu unit diesel milik orang lain. Tujuannya untuk mengairi sawahnya yang seluas 150 ru dari luas 450 ru tersebut. Dengan begitu, waktu untuk mengairi sawahnya pun lebih cepat. Setelah air merata, Pak Tomo mematikan dieselnya sekitar pukul 10.00.

Diesel itu sendiri berbahan bakar solar. Sejak pertengahan Juli 2009 sampai dengan akhir Agustus 2009, Pak Tomo telah membeli Rp 600.000,- solar dengan harga per liternya Rp 4.500,-. Terakhir kali Pak Tomo membeli pada Senin, 31 Agustus 2009. Rata-rata Pak Tomo membeli solar setiap 15 hari sekali. Jadi, jika dihitung sampai sekarang Pak Tomo telah membeli sekitar 133 liter solar. Sementara itu, usia padi sampai 2 September 2009 ini baru 47 hari. Umur padi sendiri pada musim gadu ini diperkirakan mencapai 100 hari.

Memang, pada musim gadu ini punya karakteristik sendiri. Pada musim ini biaya yang dikeluarkan oleh petani lebih besar daripada musim lainnya. Biaya tambahan itu khususnya untuk pengairan sawah dengan mengandalkan diesel. Biaya itu misalnya membeli solar, membeli suku cadang diesel jika rusak, termasuk biaya servis diesel. Di samping itu, pada musim gadu ini usia padi biasanya lebih lama dibandingkan dengan dua musim lainnya. Meskipun demikian, hasil panen padi pada musim gadu ini lebih banyak dibandingkan dengan dua musim tanam lainnya.

Sebetulnya cukup beresiko meninggalkan diesel di sawah. Di sejumlah desa di Kabupaten Nganjuk, terjadi pencurian diesel. Akan tetapi, di Dusun Wates sendiri belum pernah terjadi kasus pencurian diesel. Berkenaan dengan itu, warga di Dusun Wates pun membeli diesel buatan Cina. Untuk satu unit diesel buatan Cina dengan kekuatan 8 PK seharga Rp 4.000.000,-. Rata-rata petani memilih diesel dengan kekuatan 8 PK. Dengan kapasitas mesin itu, tentu diesel pun cukup berat untuk dipindah-pindah sehingga lebih praktis ditinggalkan di sawah.

Diesel tersebut lebih murah dibandingkan dengan buatan Jepang yang harganya bisa mencapai dua kali lipatnya. Tentu saja harga itu juga memengaruhi kualitas diesel. Namun, warga setempat mengatakan bahwa selain harganya yang murah, pilihan terhadap diesel buatan Cina itu juga untuk meminimalisir kasus pencurian diesel di sawah. Artinya, jika diesel yang ditempatkan dan ditinggal di sawah itu dicuri maka kerugian yang ditanggung tidaklah terlalu besar.

Sawah milik petani di dusun itu pun tidak hanya di sebelah utara dusun, tetapi juga di sebelah selatan dusun. Di sebelah selatan dusun ini tidak banyak diesel yang dioperasikan dibandingkan dengan areal sawah di utara dusun. Di areal persawahan ini atau 1 km dari Dusun Wates terdapat sungai yang cukup lebar, yakni sekitar 4 atau 5 meter. Kadang-kadang diesel menyedot air dari sungai ini meskipun telah ada sumur diesel sendiri.

Di sisi barat juga masih ada lahan persawahan. Agak ke barat sudah merupakan perbukitan sekaligus untuk pemukiman. Oleh karena itu, tanah di areal ini konturnya miring dan ini cukup menguntungkan. Keuntungannya, yakni persediaan air tanah cukup melimpah sehingga setiap tahun, air tanah yang disedot oleh diesel sampai kini pun belum pernah habis. Kendatipun demikian, pada waktu tertentu, khususnya sore hari saat diesel-diesel banyak yang dioperasikan maka biasanya sumur-sumur warga di belakang rumah volumenya menyusut.

Di antara seluruh areal persawahan di sekeliling Dusun Wates ini, kondisi tanah tidaklah homogen. Ada sebagian tanah yang tergolong lahan rawa. Namun, tanah jenis ini sangat sedikit. Kemudian, ada pula lahan tegal, yaitu di barat daya dusun ini. Sebagai lahan tegal maka hanya lebih produktif ditanami saat musim penghujan.

Sepanjang tahun, sebagian besar areal persawahan di dusun itu ditanami padi. Umumnya tanaman padi, dalam setahun bisa panen sebanyak tiga kali. Dalam tiga kali panen itu, secara umum melewati dua musim, yakni musim kemarau dan musim penghujan. Pada saat musim kemarau itulah diesel memegang peran yang penting. Musim kamarau sendiri berlangsung antara bulan Juli sampai dengan bulan Januari.

Kini, September 2009 masih berlangsung musim kemarau. Diesel-diesel pun dioperasikan untuk menyedot air dan mengairi sawah milik petani masing-masing. Selama itu, setiap hari sejak pagi sampai sore hari pasti terdengar deru suara diesel yang dioperasikan di sawah.

Puguh Utomo

Alumnus Prodi Sosiologi

FISIP, Universitas Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar