Puasa
Oleh: Puguh Utomo
Akhir Agustus 2009 sampai dengan akhir September 2009 nanti, khususnya umat Islam menjalankan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan. Di bulan Ramadhan sendiri, puasa merupakan salah bentuk ibadah yang paling kentara. Tidak hanya umat Islam di Indonesia, tetapi juga umat Islam di seluruh dunia. Pada awal-awal puasa biasanya ibadah yang yang dilaksanakan selama sebulan ini tidak begitu terasa berat.
Akan tetapi, setelah memasuki 20 hari terakhir atau 10 hari terakhir biasanya fisik merasakan efek puasa. Apalagi, seperti tahun sebelumnya puasa kali ini bertepatan dengan musim kemarau yang saat siang hari suhu udaranya cenderung panas. Berkenaan dengan itu, sebagian besar orang yang berpuasa mengatakan bahwa yang paling sangat terasa adalah rasa dahaga.
Pada saat yang sama, menjelang dan selama puasa, dunia media, terutama di televisi, juga menayangkan berbagai hal yang berkaitan dengan puasa yang dilaksanakan di bulan Ramadhan ini. Logika pasar pun berjalan. Bahkan, beberapa minggu sebelum ibadah puasa dilaksanakan telah gencar iklan seperti minuman berupa sirup maupun operator telepon seluler (ponsel). Bahkan, saat puasa, khususnya saat sahur sejumlah televisi menyelenggarakan acara kuis.
Seperti telah ditulis atas bahwa awal puasa tahun ini berada di akhir bulan Agustus 2009. Itu memengaruhi pula terhadap jadwal kegiatan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) yang ke-64 yang jatuh pada 17 Agustus. Sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan peringatan tersebut dimampatkan sebelum pelaksanaan puasa di hari pertama.
Pada dasarnya puasa merupakan bentuk ketaatan dalam menjalankan perintah agama. Pada wilayah keagamaan, itu dilakukan secara bersama-sama atau kolektif oleh pemeluk agama. Karena kolektif maka lahir pula aturan-aturan dalam pelaksanaan perintah agama tersebut sebagai pedoman pemeluk agama. Tentu saja aturan-aturan ini juga berlaku untuk bentuk-bentuk ibadah yang lain, seperti sholat, zakat, dan naik haji. Aturan-aturan itu pun untuk memperkuat identitas dalam suatu agama.
Ketaatan itu pun berkaitan dengan kesadaran akan bertuhan. Dibandingkan dengan kesadaran beragama, kesadaran bertuhan ini lebih individual, tetapi tetap terpelihara dalam ke-kolektif-an. Dalam kesadaran bertuhan tersebut, Tuhan sebagai yang transendental dirasakan sebagai kekuatan tertinggi yang memiliki segala-galanya tanpa perkecualian.
Dalam banyak bentuk peribadahan dalam agama, dapat dipetik pelajaran tentang pengendalian diri. Tak terkecuali puasa. Di satu sisi pengendalian diri tersebut dapat bermakna penderitaan. Akan tetapi, di sisi lain dengan sifat manusia sebagai makhluk beragama dan makhluk bertuhan, puasa juga bermakna pencapaian martabat kemanusiaan yang tertinggi. Paling tidak, pelaksanaan puasa ini telah teruji dalam kurun waktu yang sangat lama di setiap tempat, di setiap masanya secara turun temurun.
Kemudian, media, baik elektronik maupun cetak, memediasi perihal puasa. Sebagian media memasukkan nuansa Ramadhan, termasuk di dalamnya puasa, ke dalam. Sementara pada puasa, sisi medis mengatakan bahwa puasa dapat mendukung kesehatan. Di samping itu, ajakan agar puasa juga berefek pada dimensi-dimensi lain seperti empati sosial. Tak ketinggalan pula pengalaman religius yang menyertai selama menjalankan ibadah puasa.
Selain itu, “ritual” rutin saat puasa Ramadhan pun terjadi kembali. Misalnya, kenaikan harga beberapa jenis kebutuhan pokok seperti gula pasir dan minyak goreng. Arus mudik khususnya pada H-10 maupun H+10 pada Lebaran pun meningkat dibandingkan dengan hari-hari biasa. Pada saat yang sama, selama Ramadhan, seperti yang ditayangkan oleh media seperti televisi, kepolisian juga merazia, misalnya minuman keras (miras).
Tiba-tiba pada pertengahan puasa, di Indonesia, alam pun berkehendak. Persisnya di wilayah Tasikmalaya dan sekitarnya diguncang gempa dengan kekuatan 7,3 skala richter. Sebagaimana diberitakan oleh media, puluhan orang tewas, sekian orang mengalami luka-luka, ribuan orang mengungsi, dan ribuan rumah rusak yang diakibatkan oleh gempa. Tentu kita semua berharap bahwa penanganan musibah tersebut dapat berjalan dengan baik.
Kemudian, dalam masyarakat Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini, puasa Ramadhan yang diakhiri dengan Lebaran sudah menjadi bagian dari budaya. Itu ditandai, antara lain, mudik dan silaturahmi dengan keluarga di kampung halaman. Sebagian besar masyarakat di Indonesia menjadikan Lebaran juga sebagai kembalinya pada akar sosial.
Puguh Utomo
Alumnus Prodi Sosiologi
FISIP, Universitas Jember
nyusun sewu,
BalasHapusmas puguh, tulisan2 sampean itu terlalu deskriptif-naratif, yg kl orang baca nyaris gk mendapatkan hal baru. krn apa yg ditulis ya hanya repetisi dari beberapa kabar dan berita. tp harus bergerak jauh ke dalam biar gk di permukaan aja.
misalnya, puasa, puasa dilihat secara kultural bs mjd sesuatu yg empower, membangkitkan, kondisi atau prasyarat apa yg membangkitan dan tidaknya. ato kata kembali ke akar sosial, itu lebih dipertajam lagi. itu lebih menarik drp naratif spt di atas ... akar sosial yg bagaimana ...
selanjutnya, beberapa hal teknis kyknya perlu sampean pelajari, kyk kata yg diawali huruf k, akan melebur jd ng kl ada awalane, spt kecuali, mjd pengecualian, bkn perkecualian, mengonsumsi, bkn menkonsumsi, mengombinasikan bkn menkombinasikan dll, ato s jd ny, menyosialisasikan bkn mensosialisasikan, menyia-siakan bkn mensia-siakan ato bkn pula menyia-nyiakan dll. meskipun dlm beberapa hal penggunaan kata mjd pilihan ...
lebih teliti lg dlm menulis, catatan saya:
1. paragraf pertama baris ke-4 harusnya salah satu bentuk ibadah, bukan salah bentuk ibadah2. paragraf pertama, tertulis kata yang dua kali di baris ke-6
3. kata bahkan terulang di kali di paragraf ke-3
4. kata ke dalam di paragraf ke-8 baris baris ke-3 maksudnya apa? dll. maaf kyknya ini emang sangat teknis, tp malah hal2 yg teknis harusnya udah lewat.
maaf, kalo kepanjangan, aku berharap sampean gk hanya modal semangat, tp kualitas tulisan bs bertambah tajam dan bagus, meskpun tulisanku jg gk bagus2 amat kok. qt perbaiki bersama ...
keep fighting ...