Nomor Gelap
Pagi hari, 16 Agustus 2010 saya mendapat miscall dari sebuah nomor. Sayangnya, nomor tersebut tidak ada di phone book telepon seluler (ponsel) milik saya. Saya lalu menanyai siapa dia lewat short message service (sms). Sms memang terkirim, tetapi dia tidak membalasnya. Jadi, saya tidak tahu identitas orang yang miscall tersebut. Seingat saya, dalam dua bulan tarakhir ini dia dua kali menghubungi saya dengan nomor yang sama. Awalnya dia mengirim sms. Dia tahu saya, tetapi saya tidak tahu dirinya.
Memang cerita itu agak lama. Saya pun menganggap itu sebagai nomor gelap. Artinya, seseorang yang menghubungi saya lewat ponsel, tetapi dia enggan menyebut identitas dirinya. Saya hanya tahu nomor kartu dalam ponselnya yang muncul di ponsel saya. Terkadang ada miscall, tetapi di ponsel saya tertulis “nomor pribadi memanggil”. Dengan begitu, sebuah nomor tidak bisa muncul pada ponsel penerima.
Saya memiliki ponsel beserta kartunya ini pada 12 Desember 2005. Sampai sekarang saya masih memakainya. Seingat saya, selama itu telah lebih dari tiga kali menerima nomor gelap. Padahal, saya memperkirakan saya tidak akan menerima nomor gelap. Salah satu alasannya, saya sampai kini tidak pernah berbuat serupa. Selain itu, saya hanya orang biasa, bukan orang penting seperti selebriti maupun bupati.
Namun, pada dasarnya setiap orang yang memiliki ponsel beserta kartunya, berpotensi menerima nomor gelap. Terlebih jika seseorang itu telah memilikinya dalam waktu yang lama. Misalnya satu tahun. Mungkin seseorang yang mengirim nomor gelap itu bukan teman kita. Akan tetapi, dia bisa saja mendapatkan nomor kita dari teman kita. Mungkin juga dia mencatat nomor kartu ponsel kita dari suatu counter. Biasanya kita meninggalkan nomor kartu ponsel saat kita membeli pulsa.
Masih syukur selama ini pengirim nomor gelap itu masih dalam batas-batas yang wajar. Artinya, bahasanya dalam sms masih sopan. Namun, sayangnya, dia enggan menyebut identitasnya. Tentu ini bisa membuat penasaran. Malah bisa mengganggu, yakni saat miscall sehingga kurang etis. Namun, saya membiasakan diri dengan itu. Lama kelamaan dia akan lelah sehingga dia berhenti sendiri.
Mereka yang masih saja mengirim nomor gelap hendaknya menghentikan aksinya. Kasihan jika seseorang sampai berganti nomor kartu ponsel karena sering diteror oleh nomor gelap. Apalagi jika pengirim nomor gelap itu menyangkut hal-hal yang sensitif yang menggelisahkan. Misalnya, menyangkut isu SARA.
mungkin kerjaan temen yang lagi iseng tuh mas! ^_^
BalasHapusBisa jadi.
BalasHapus