Minggu, 08 Februari 2009

Membuat Skripsi yang Sosiologis (Tulisan ini masih rintisan)

Membuat Skripsi yang Sosiologis

(Tulisan ini masih rintisan)


Pendahuluan

Tulisan ini merupakan pengalaman saya selama mengerjakan skripsi dengan penelitian kancah atau lapangan dengan metode kualitatif. Penelitian yang saya lakukan pada 2007 silam itu tentang Jemaah Lil Muqorrobien: Studi tentang Warga Syathoriyah di Kelurahan Tanjunganom, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk. Penelitian itu sendiri tergolong ke dalam sosiologi agama.

Ada beberapa buku yang bisa dipakai untuk memperluas wawasan. Misalnya Pedoman Karya Penulisan Karya Ilmiah (2006) yang diterbitkan oleh Universitas Jember. Judul lain, misalnya Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian (2005) oleh Hamidi; Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif (2003) oleh Nasution; Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (2001) yang disunting oleh Agus Salim; Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa oleh Clifford Geertz; Vitamin T: Bagaimana Mengubah Diri lewat Membaca dan Menulis oleh Hernowo.


1. Pemilihan Judul

Skripsi juga merupakan produk, yakni produk ilmu pengetahuan. Layaknya produk maka dalam pembuatannya mau tidak mau perlu mengikuti standar sebuah produk. Dalam hal ini, mahasiswa dituntut agar skripsinya memiliki nilai akademis dan tentu saja nilai sosiologis. Pemilihan judul ini biasanya bisa menunjukan apakah suatu skripsi sudah memuat unsur sosiologis.

Nilai akademis itu seperti nilai berita bagi seorang wartawan. Misalnya fakta pertama, matahari akan terbit dari ufuk timur. Fakta kedua, akan terjadi gerhana matahari cincin selama beberapa menit. Seorang wartawan cenderung akan memilih fakta kedua. Hal itu karena fakta kedua itu memiliki nilai berita. Matahari yang terbit dari ufuk timur adalah hal umum dan tidak bernilai berita bagi seorang wartawan.

Terkadang pemilihan judul ini menjadi pekerjaan yang gampang-gampang susah. Agar gampang memilih judul maka perlu banyak membaca buku-buku penelitian, jurnal berstandar yang masih berkaitan dengan sosiologi, skripsi berstandar, tesis, disertasi, dan bacaan yang lainnya. Lebih-lebih bacaan yang bersumber dari internet. Informasi-informasi tersebut kemudian dipilah-pilah, dicocok-cocokkan. Kira-kira mana yang bisa dibuat menjadi judul.


2. Latar Belakang

Salah besar apabila dalam latar belakang ini seorang mahasiswa sebagai peneliti hanya merangkai-rangkai pendapat orang lain. Misalnya, satu paragraf dari buku A diletakkan di latar belakang; tiga paragraf dari suatu judul dalam jurnal di letakkan di latar belakang di halaman pertama; dua paragraf dari internet diletakkan di halaman dua; enam paragraf dari koran diletakkan di halaman tiga sehingga jadilah latar belakang sebanyak empat halaman tanpa sudut pandang dari peneliti sebagai penulis. Cara itu menurut hakikat menulis adalah salah.

Kartanegara (2005:190) pun menekankan perlu adanya penilaian subjektif dari penulis dan menyayangkan cara-cara pengutipan yang berlebihan. Lebih-lebih itu akan salah besar dan lebih keliru lagi jika tanpa mencantumkan sumber yang dikutip. Dalam karya ilmiah, umumnya kutip mengutip merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Sungguhpun demikian, pengutipan ini idealnya dilakukan secara hemat.

Sudut pandang atau konstruksi pikiran peneliti sendiri sebagai penulis merupakan hal yang sangat penting. Dalam menulis, seperti yang dikatakan oleh Hernowo (2004:48), betapa pentingnya MENULISKAN PIKIRAN yang tidak lain adalah sudut pandang dari penulis sendiri. Barangkali penulis pemula akan sangat kesulitan memenuhi tuntutan itu. Bahkan, mungkin hasil tulisannya jelek, tetapi di situlah proses sejatinya. Bagaimanapun juga itulah hakikat menulis yang umumnya juga memerlukan proses tertentu.

Hal itu berlaku pula pada bagian latar belakang dan bagian lain dalam skripsi. Dengan demikian, kemampuan menulis, yakni menulis karya ilmiah merupakan syarat mutlak dalam mengerjakan skripsi. Dan lagi, karya ilmiah memiliki gaya bahasa tersendiri. Misalnya, tulisannya bersifat formal dan obyektif (Johannes dalam Ndraha, 1987:103). Dalam hubungan ini, kemampuan membaca juga memegang peranan penting. Banyak penulis berpendapat bahwa antara menulis dan membaca ibarat dua sisi mata uang.

Pola penyusunan kerangka tulisan juga bisa mengikuti dua pola. Pertama, pola alamiah yang meliputi urutan ruang dan urutan waktu; kedua, pola logis (Finoza, 2002:179-180). Pola-pola tersebut, misalnya perjalanan Kereta Api (KA) Logawa dari Jember ke Surabaya. Berdasarkan urutan ruang maka pertama kali KA akan berangkat dari Stasiun Jember. Setelah itu ke stasiun di Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, baru ke Surabaya. Demikian pula dengan urutan waktunya, yakni KA Logawa berangkat dari Jember pukul 05.00 dan tiba di Surabaya sekitar pukul 10.00.


2.1 Rumusan Masalah

Umumnya mahasiswa, termasuk pengalaman saya, kesulitan menyatakan rumusan masalah. Kesulitannya biasanya terletak pada fokus permasalahan dan mengapa rumusan masalah itu begitu penting.


2.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sejumlah dosen tidak menginginkan tujuan maupun manfaat penelitian ditulis ulang. Misalnya menulis “tujuan merupakan sasaran yang ingin dicapai.” Pendefinisian ulang itu mengesankan bertele-tela meskipun itu bersifat fleksibel. Oleh karena itu, sejumlah dosen menginginkan agar langsung pada intinya, yakni apa tujuan maupun manfaat penelitian, tetapi biasanya didahului dengan satu atau dua baris sebagai pembuka.


3. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka biasanya diawali dengan kerangka teori.


4. Metode Penelitian

Penelitian kualitatif ada delapan metode.


5. Hasil dan Pembahasan

Dalam bab hasil dan pembahasan ini biasanya di awali dengan gambaran lokasi penelitian. Biasanya subbab pada bagian ini meliputi gambaran lokasi penelitian, kehidupan religi, kehidupan politik, bidang pendidikan, dan lain sebagainya. Umumnya, subbab tersebut menyesuaikan dengan topik penelitian. Jadi, sifatnya fleksibel. Pada saat yang sama, peneliti juga menganalisis data.

Analisis data ini sebetulnya merupakan seni menginterpretasi data dalam bentuk tulisan. Dengan demikian, diperlukan seni dalam menulis ilmiah dengan metode kualitatif. Untuk analisis data, lebih mudah bisa melihat ilustrasi berikut ini. Ditemukan buah pisang, jeruk, semangka, pepaya, apel, mangga, nenas, salak, nangka, durian, dan sirsak.

Umumnya analisis penelitian kualitatif bersifat induktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal yang khusus ke hal yang umum. Apabila di tempat penelitian peneliti menemukan buah-buahan di atas maka dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok, seperti berikut ini. Buah-buahan yang berkulit halus: pisang, jeruk, semangka, pepaya, dan apel. Kemudian, buah-buahan yang berkulit kasar: nenas, salak, nangka, durian, dan sirsak.

Dalam hubungan ini, anggaplah buah-buahan yang berkulit halus sebagai rumusan masalah yang pertama dan buah-buahan yang berkulit kasar sebagai rumusan masalah yang kedua. Dalam hasil dan pembahasan buah seperti pisang, jeruk, semangka, pepaya, dan apel dijelaskan secara rinci. Misalnya, bagaimana warnanya, bentuknya, dan lain sebagainya. Demikian juga dengan buah-buahan yang berkulit kasar.

Memang, dalam penelitian yang sesungguhnya pengelompokan itu bisa sangat rumit. Hal itu mengingat dalam ilmu sosial fenomena di kancah umumnya begitu kompleks. Sekali lagi, bahwa analisis data ini memerlukan imajinasi peneliti dalam menginterpretasi data. Dengan demikian, kemampuan menulis (seperti halnya seluruh bagian dalam skripsi) mutlak diperlukan. Sebagaimana metode induktif tersebut sebetulnya juga dipakai oleh Clifford Geertz yang membuat tipologi agama di Jawa, yakni Santri, Abangan, dan Priyayi. Tipologi itu cukup sensasional dalam wacana akademis meskipun tipologi itu dinilai kabur.

Demi etika penelitian, informan dalam penelitian kualitatif biasanya disamarkan. Misalnya, nama asli seorang informan adalah Suprapto maka nama itu disamarkan menjadi Paidi. Dalam penelitian kualitatif, profil informan biasanya dijelaskan secara rinci. Misalnya, umurnya, pekerjaannya, riwayat pendidikan, dan lain sebagainya. Bahkan, nama tempat penelitian pun terkadang juga disamarkan. Seperti halnya Geertz yang menyamarkan lokasi penelitian dengan Mojokuto yang sesungguhnya bukan nama asli tempat penelitian.

Sekarang, Mojokuto tersebut adalah wilayah Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur (Radar Kediri Group Jawa Pos, 18 November 2006). Kemudian, Rahman (2005:2) juga menyamarkan nama sebuah desa tempat penelitian dilakukan dengan mengatakan “Lintang Kulon adalah nama sebuah desa yang terletak di sebuah wilayah kecamatan di Provinsi Jawa Tengah.” Etika itu juga bertujuan menjaga kerahasiaan informan maupun tempat penelitian.

Mengenai hasil dan pembahasan, sampai sekarang, saya sebetulnya masih bingung khususnya jika membaca sejumlah skripsi dalam Program Studi Sosiologi. Pertama, ada skripsi yang menuliskan kutipan langsung (KL) dan kutipan tidak langsung (KTL) di bagian hasil dan pembahasan. KL dan KTL ini misalnya bersumber dari buku lain. Kedua, ada skripsi yang murni hanya menuliskan hasil temuan dalam hasil dan pembahasan. Ketiga, ada yang menilai itu semua bersifat fleksibel. Boleh menulis KL maupun KTL, tetapi boleh juga tidak menuliskannya.

Saya cenderung pada yang kedua, tetapi dengan catatan. Hasil dan pembahasan merupakan murni temuan penelitian. Khususnya penelitian lapangan. Alasannya, itu untuk menjaga keasilan hasil penelitian dalam bab hasil dan pembahasan. Lagi pula, bukankah KL atau KTL itu seperti teori dan teori ini sudah ditulis pada tinjauan pustaka.

Catatannya, KL dan KTL ini adalah tuturan, ucapan, kata dari informan. Intinya berbeda dengan bab tinjauan pustaka. Jadi, segala hal yang ditemukan saat meneliti diolah dan ditulis dalam bab hasil dan pembahasan. Dengan kata lain, penulisan di bab hasil dan pembahasan ini seperti yang wartawan koran lakukan dalam menulis berita.


6. Kesimpulan dan Implikasi Teoretis

Kesimpulan ini berisi pernyataan secara padat yang menjawab rumusan masalah.


Daftar Pustaka

Hernowo. 2004. Vitamin T: Bagaimana Mengubah Diri lewat Membaca dan Menulis.

Bandung: Mizan Learning Center.


Kartanegara, Mulyadhi. 2005. Seni Mengukir Kata: Kiat-Kiat Menulis Efektif-Kreatif.

Bandung: Mizan Learning Center.


Ndraha, Taliziduhu. 1987. Disain Riset dan Teknik Penyusunan Karya Ilmiah.

Jakarta: PT Bina Aksara.


Rahman, Bustami. 2005. Menggugat Dikotomi Santri-Abangan. Jember:

Kompyawiswa Jatim.




2 komentar:

  1. aslm... bagus mas materinya. nambah pengetahuan sy. pas bget, sy lg pusing mikirin usulan penelitian sosiologi. blh konsultasi ga?? klo judul mengenai interaksi sosial antara petugas & masyarakat dalam pengurusan dokumen kependudukan di Disduk masuk sosiologi ga ya?? bingung ni...
    makasih sebelumna.
    ni email sy : iin5ri@ymail.com

    BalasHapus
  2. Wlkm...Terima kasih telah mampir di blog ini. Silakan, saya senang jika ingin berbagi ide mengenai sosiologi. Blog ini jg saya tujukan untuk itu. Menurut saya, judul itu kadar atau nilai sosiologisnya tergolong rendah. Namun, itu jg bergantung dosen pembimbingmu nantinya sebab setiap orang kan memiliki pandangan yg berbeda-beda. Mengingat sifat ilmu sosial yg relatif. Bisa saja kan dosen pembimbingmu menilainya sudah sosiologis. Tak ada salahnya juga jika mencari judul yang lain. Silakan jg baca tulisan saya yg lain di blog ini. Khususnya dalam kategori tulisan "Tentang Sosiologi".

    BalasHapus