Selasa, 20 Oktober 2009

Resensi: Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kamus Besar Bahasa Indonesia-ku

Oleh: Puguh Utomo


Warna sampulnya merah hati. Panjangnya 25 cm dan lebar 18 cm. Memiliki xxxvi + 1386 halaman. Dengan jumlah halaman sebanyak itu tebalnya mencapai 5 cm. Buku itu merupakan buku paling tebal di antara buku-buku yang kini saya miliki. Maklum, buku itu jenis kamus sehingga wajar jika tebal. Ya, buku itu adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), edisi ketiga, cet. 3, 2002, Jakarta: Balai Pustaka.

KBBI itu memang tidak setebal Kamus Webster yang berbahasa Inggris itu. Itu pun menunjukkan bahwa perbendaharaan kata Kamus Webster jauh lebih banyak daripada KBBI. Oleh karena itu, Kamus Webster agaknya lebih “canggih” daripada bahasa Indonesia. Akan tetapi, saya tetap berbangga bahwa bahasa Indonesia apabila di-kamus-besar-kan bisa setebal itu.

Namun, maklum, KBBI itu bukan buku asli, tetapi buku bajakan. Sepintas KBBI itu adalah asli. Namun, jika melihat kertas dan hasil cetakannya maka akan berbeda dengan yang asli. Kertasnya lebih putih dari yang asli. Di sejumlah halaman ada kopian huruf yang tidak jelas. Namun, isinya persis seperti aslinya.

Memang, buku hasil membajak itu sesungguhnya melanggar hukum atas karya cipta. Saya pun mungkin tergolong pelanggar hukum atas buku yang saya beli pada Selasa, 20 April 2005 di pasar buku-bekas di Kabupaten Jember. Saat itu saya membelinya seharga Rp 85.000,00. Di tengah-tengah kebutuhan akan KBBI, harga itulah yang merupakan alasan utama saya membelinya. Buku aslinya saat itu sekitar Rp 200.000,00.

Sebetulnya harga Rp 85.000,00 itu masih terlalu mahal untuk anak indekos seperti saya saat itu. Maklum, jumlah itu hampir setara dengan tarif indekos yang saat saat itu Rp 100.000,00 per bulan. Saya pun agak nekat saat membelinya. Jadi, dengan membeli buku bajakan itu saya bisa menghemat Rp 115.000,00 untuk membayar sewa kamar selama satu bulan. Dan, saya tetap bisa memiliki sebuah KBBI.

Terkait dengan KBBI, saya ingin sebentar kembali ke masa lalu. Kira-kira pada tahun 1997 saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk pertama kalinya saya mengetahui bahwa Indonesia memiliki KBBI. Saat itu, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia menyuruh dua siswa untuk meminjam KBBI di perpustakaan untuk di bawa di kelas. Tujuannya untuk mencari arti kata.

Kemudian, saat duduk di bangku kuliah pada semester IV saya terdorong ingin memiliki KBBI. Dorongan itu begitu kuat setelah saya membaca tulisan pakar bahasa di kolom bahasa pada sebuah koran nasional. Menurut pakar tersebut dengan KBBI maka bisa membantu dalam hal menulis. Waktu itu pun saya penasaran dengan dunia tulis menulis yang saya awali dengan menulis buku harian (diary) pada 17 Juli 2004. Ketika itu saya berpikir bahwa KBBI itu merupakan satu modal untuk menulis.

Saat itu, untuk kalangan individual jarang ada yang memiliki KBBI. Apalagi di kalangan mahasiswa. Saya tidak bermaksud sombong. Saya juga tidak bermaksud pamer. Biasanya KBBI dimiliki oleh setiap perpustakaan daerah maupun perpustakaan yang besar. Perpustakaan di semua jenjang pendidikan juga memilikinya. Kalangan individual tertentu seperti guru dan dosen biasanya juga memilikinya.

Sejak saya memilikinya, KBBI itu merupakan buku yang paling dekat dengan saya. Artinya, KBBI itu merupakan buku yang paling sering saya buka. Saya sering mencari arti kata dalam KBBI tersebut. Saya juga sering mengacu kata dari KBBI. Buku itu pun selalu ada di dekat komputer milik saya saat saya menulis, bahkan sampai sekarang.

Selang sekitar dua tahun kemudian sejak 2005 saya mencoba pergi ke pasar buku-bekas tempat dulu saya membeli KBBI. Saat saya membeli pada tahun itu masih ada beberapa buah, tetapi pada tahun 2007 sudah tidak ada. Tentu saja saya hanya bertanya saja dan tidak berniat membeli lagi. Saya pun tidak menanyakan secara lebih dalam mengapa KBBI sudah tidak dijual. Saya menduga bahwa KBBI-KBBI itu sudah dibeli orang yang berdomisili di Jember. Mungkin juga harganya relatif mahal sehingga dilempar ke pasar lain di kota lain yang stok KBBI-nya habis.

Puguh Utomo

Alumnus Prodi Sosiologi

FISIP, Universitas Jember


1 komentar:

  1. wah makasih buat resensinya gan bisa diambli jadi bahan resensi ane

    BalasHapus