Seks di Ruang Publik & Ruang Privat
Oleh: Puguh Utomo
Awal Oktober 2009, sejumlah media, khususnya televisi memberitakan tentang rencana kedatangan artis yang dikenal sebagai bintang film dewasa asal Jepang, Maria Ozawa alias Miyabi. Perempuan peranakan itu akan membintangi sebuah film Indonesia yang juga dibuat di Indonesia. Mereka, khususnya laki-laki yang suka berpetualang dalam “dunia syahwat” kemungkinan besar akan mengenal sosok Miyabi ini.
Pro dan kontra pun muncul terkait dengan kedatangan Miyabi. Pihak yang pro, antara lain, mengatakan bahwa setiap orang berhak datang ke Indonesia, termasuk Miyabi. Sementara itu, yang kontra, antara lain mengatakan bahwa Miyabi tidak pantas datang ke Indonesia karena profesinya tersebut. Apabila Miyabi diijinkan datang ke Indonesia maka tidak akan tertutup kemungkinan ada Miyabi-Miyabi lain. Tulisan ini agaknya tidak ingin terlalu larut pada pro-kontra atas rencana kedatangan Miyabi. Namun, tulisan ini mencoba melihat hal itu dari sudut lain.
Kasus Miyabi ini mirip dengan kasus akan terbitnya sebuah majalah dewasa, beberapa waktu yang lalu. Lewat media, terutama televisi, publik mengetahui bahwa pihak yang kontra adalah dari kalangan keagamaan dalam wadah organisasi. Akhirnya, majalah dewasa yang menyediakan hal-hal terkait dengan seks itu tidak jadi terbit di Indonesia.
Adalah kenyataan sosiologis bahwa di Indonesia, seks lebih ditempatkan di ruang privat daripada di ruang publik. Berbeda dengan di Indonesia, di Jepang seks agaknya lazim ada di ruang publik. Oleh karena itu, di Jepang ada dan diizinkan majalah yang khusus mengulas tentang seks yang di Indonesia mendapatkan penolakan.
Pada dasarnya seks sendiri adalah kebutuhan makhluk, termasuk manusia. Dengan kata lain, libido pada manusia relatif tetap. Seks sendiri memegang peran penting, yakni prokreasi dan rekreasi. Prokreasi berkaitan dengan regenerasi manusia, yakni menghasilkan keturunan. Rekreasi berkaitan dengan seks sebagai penyaluran libido.
Penempatan seks di ruang privat maupun publik sebentuk rekayasa sosial. Upaya itu sekaligus ingin membedakan manusia dan hewan mengenai perilaku seks. Manusia sendiri mengenal etika sebagai standar dalam berperilaku. Meskipun manusia memiliki etika, tetapi terkadang bisa sangat menjauh dari etika. Tentu saja perlu diingat bahwa etika sendiri memiliki sifat relatif.
Di samping itu, penempatan seks di ruang privat itu sekaligus melindungi anak-anak. Akan tetapi, agaknya banyak yang bersepakat bahwa pendidikan seks yang baik bagi anak adalah penting. Dalam hubungan ini, perlu kemasan yang berbeda tentang seks di mata mereka.
Di Indonesia, penempatan seks di ruang privat tidak berarti sepenuhnya tidak ada seks di ruang publik. Seks tetap ada di ruang publik di Indonesia dengan berbagai bentuk meskipun itu sembunyi-sembunyi. Dalam lingkup negara, agaknya mustahil persoalan seks dapat benar-benar ditempatkan di ruang privat.
Video adegan mesum yang beredar dan memunculkan sensasi merupakan salah satu bentuk seks di ruang publik. Itu pula yang terjadi di sebuah SMA Negeri di Kabupaten Kediri pada pertengahan Oktober 2009 ini. Sebagai salah satu tindak lanjut kasus tersebut, Oktober 2009 dinas pendidikan setempat mengeluarkan surat keterangan larangan membawa telepon seluler bagi siswa di sekolah. Memang, kasus seperti itu bukan kali pertama.
Puguh Utomo
Alumnus Prodi Sosiologi
FISIP, Universitas Jember
Mas Puguh, bagaimanakah cara mengatasi transisi penyikapan masyarakat terhadap hal-hal yang dulunya berada di ruang privat agar diterima di ruang publik?
BalasHapusAtaukah justru transisi itu tidak perlu dilakukan?
tulisanmu kali ini agak berbobot, diksinya pun lebih oke, tapi kurang sedikit bos, risetmu terhadap bahasan masalahnya masih kurang dalam.
BalasHapusYang ingin kamu bahas itu seks atau miyabinya? trus kalau yang kamu maksud majalah dewasa itu majalah Playboy, majalah itu di Indonesia terbit sejak pro kontra itu ada, sampai detik ini pun masih beredar bos.
Dan kalau kamu pernah membacanya, majalah Playboy Indonesia itu gak ada apa-apanya, sama seperti majalah FHM dan sejenisnya. Malah ada beberapa isinya yang aku nilai justru berbobot, karena yang disajikan memang tidak seperti yang ditawarkan oleh nama majalahnya.
Yang lebih parah itu justru koran-koran kuning, yang isinya sangat2 cabul dan penuh seks murahan, judul2 headlinenya pun sangat nakal.
Coba kamu cek lagi.
PS: aku belum pernah beli Playboy Indonesia, tapi pernah baca2 di toko buku/majalah bekas. Keep writing ;=)
Sebelumnya terima kasih atas perhatiannya. Sungguh ibarat oase. Saya mjd tahu posisi tulisanku. Teori sistem mengatakan bahwa masyarakat sebetulnya sudah bisa menyeleksi mana yg baik n mana yg buruk. Dlm proses itu masyarakat dibantu oleh, misalnya, media cetak maupun elektronik, lembaga pendidikan seperti sekolah, keluarga, sampai lembaga pengadilan. Itu semua berfungsi sebagai alat sosialisasi. Orientasi dr itu adalah pemahaman timbal balik antarmanusia yg menjalankan fungsi dan perannya masing-masing. Sekali lg dlm proses transisi tsb kita terkadang terbentur masalah tafsir oleh manusia. Tentu saja di sini lebih menitikberatkan pada masalah tafsir oleh manusia dan bukan pd manusianya. Tafsir itu bs bersumber atau didasarkan pd agama, negara, budaya, bahkan politik. Dlm hubungan ini, saya tidak bermaksud menyalahkan agama, negara, budaya, politik, dsb. Namun, sekali lg adalah bagaiaman penafsiran atas itu semua. Nah, kita (Misalnya Mas Ade, Mas Adie, termasuk saya) dlm sistem masyarakat tergolong lapisan menengah ke atas. Maka dari itu, jg sangat berperan dalam proses transisi masyarakat yg kita sayangi ini. Transisi sendiri merupakan proses yg alamiah dan itu pasti terjadi.
BalasHapuspermisi mas puguh, yg prlu saya tnya kn bagaimana kebenaran akan seksualitas itu dibentuk?
BalasHapusSampai saat ini seksualitas itu adalah keniscayaan. Antara lain berfungsi untuk regenerasi manusia. Dalam kenyataannya seksualitas itu juga komoditas. Nah, disitulah biasanya seks diproduksi dengan berbagai bentuk.
BalasHapus