Sabtu, 14 Agustus 2010

Cetak STNK 5 Tahun


Gambar diunggah dari sini.

Cetak STNK 5 Tahun

Senin, 8 Agustus 2010 saya bersama ibu saya pergi ke kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) di kabupaten ini. Tujuannya untuk cetak Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) untuk jenis dan model sepeda motor. Motor yang dibuat tahun 2000 ini sendiri isi silindernya 100 CC. Saya tiba di Samsat sekitar pukul 08.30. Saya pun sengaja mengajak ibu saya sebab STNK itu atas nama ibu saya. Jika tidak mengajak ibu saya maka saya perlu membuat surat kuasa yang ditandatangani di atas materai oleh ibu saya.

Begitu saya datang, saya langsung menuju cek fisik kendaraan. Namun, begitu saya bertanya pada seorang pemandu, hendaknya menuju tempat foto kopi terlebih dahulu. Sebetulnya pihak Samsat telah membuat papan, terkait alur pengurusan surat-surat kendaraan bermotor. Namun, orang-orang tidak terbiasa membaca papan pemberitahuan seperti itu.

Saya kemudian membawa motor saya di parkir sebab dekat dengan foto kopi (fk). Saya heran sebab saat saya parkir, saya tidak dikenai karcis oleh petugas parkir. Di tempat fk ini saya menyerahkan Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik ibu saya, dan STNK.

Karyawan di fk ini kemudian memberikan plastik tempat STNK dan map rangkap dua. Di fk saya membayar Rp 5.000,-. Setelah itu, BPKB, KTP, STNK itu foto kopi. Tentu saja karyawan di fk itu sudah tahu berapa rangkap yang akan difoto kopi. Setelah itu, saya kembali lagi ke cek fisik kendaraan. Saat saya akan mengambil motor, petugas parkir bertanya pada saya apakah saya akan cek fisik. Petugas itu tahu dari map yang saya bawa. Waktu itu pun petugas tidak menarik uang parkir.

Di tempat cek fisik ini setiap kendaraan di gosok nomor seri mesinnya. Letak nomor seri mesin pun berbeda pada setiap merek kendaraan. Untuk merek kendaraan tertentu maka harus membuka tutup, khususnya di bagian mesin. Karena pemilik kendaraan yang cek fisik tidak hanya satu maka setiap pemilik kendaraan harus antre. Maklum, cek fisik kendaraan ini dalam lingkup kabupaten. Jadi, pemilik kendaraan yang STNK nya jatuh tempo pada Agustus 2010 maka umumnya mereka mengurus pada Agustus 2010.

Ada kejadian yang saya ingat di cek fisik kendaraan ini. Saat itu dua petugas yang menggosok nomor seri mesin. Di samping saya ada seorang gadis berwajah artis. Salah satu petugas, yakni seorang laki-laki mengatakan pada si gadis agar “membuka” dulu. Maksudnya, adalah petugas harus membuka tutup di bagian mesin untuk menggosok nomor seri mesin. Namun, kata “membuka” itu cenderung bernada pelecehan secara kata-kata atau verbal pada si gadis. Namun, si gadis diam saja.

Selesai di gosok, saya menyerahkan map yang saya bawa ke loket cek fisik. Ada beberapa orang yang juga antre di situ. Begitu nama saya dipanggil, saya perlu membayar Rp 20.000,-. Setelah itu, saya pun memarkir motor saya di tempat parkir. Baru di tempat parkir ini juru parkir memberikan karcis parkir dan dibayarkan nanti saat akan mengambil motor atau saat akan pulang.

Dengan mambawa map tadi, saya langsung menuju seorang pemandu. Saya bertanya, saya ingin ganti plat dan saya harus menuju ke lokat mana. Oleh pemandu saya diminta antre di loket sebelah kanan. Inilah fungsi pemandu. Di loket ini ada dua antrean. Antrean di kiri untuk HER motor dan antrean di sebelah kanan untuk cetak STNK 5 tahun. Tentu saja di loket sebelah kanan ini juga untuk balik nama dan pengurusan lain-lain terkait dengan kepemilikan kendaraan.

Pada saat antre itu saya sempat mencatat jam buka Samsat. Senin sampai dengan Kamis buka pukul 07.30-13.00. Jumat dan Sabtu buka pukul 07.30-12.00. Waktu antre itu pun saya sempat mengeluh dalam hati. Saat itu tiba-tiba ada seorang bapak yang bertanya dirinya mau balik nama, di depan saya dalam antrean. Saat itu kurang lebih ada 12 pengantre di loket sebelah kanan ini. Dia sudah sejak pagi berada di Samsat. Dua orang pengantre di antrean sebelah kanan ini pun menanggapi maksud bapak itu.

Herannya bapak itu malah tetap berada di situ dan tidak mengantre di belakangnya. Rupanya bapak itu hanya ingin menerabas dan tidak mau antre di belakang. Kemudian, salah satu orang yang menanggapi pembicaraan bapak tadi persis berada di belakang saya saat mengantre. Dengan wajah tanpa perasaan bersalah, tiba-tiba dia berada di depan saya. Dia telah mendahului antrean saya. Di tambah bapak tadi.

Saya pun hanya mengeluh dalam hati seperti orang tak berdaya. Saya tidak mengata-ngatai dua orang itu. Mungkin inilah wajah masyarakat saya. Lagi pula, saya berpikir positif, tidak setiap orang seperti dua orang yang saya ceritakan ini. Jika ada maka semoga jumlah sedikit. Begitu giliran, saya dimintai KTP milik saya. Maklum, STNK itu atas nama ibu saya.

Di loket pengambilan formulir ini saya membayar Rp 90.000,-. KTP saya pun dikembalikan lagi. Saya lalu kembali bertanya pada pemandu. Saya diminta mengisi formulir dari loket tadi. Untungnya saat itu pemandu masih memiliki pena untuk menulis. Saya pun lupa membawa pena sendiri. Di akhir isian ada tanda tangan pemohon. Saya pun meminta ibu saya menandatanganinya. Setelah itu, saya masuk ke tempat pembayaran setelah sebelumnya saya bertanya pada pemandu.

Sebetulnya, cetak STNK ini diurus oleh nama yang tercetak di STNK. Jika tidak maka saya seharusnya membuat surat kuasa yang ditandangani oleh ibu saya dengan materai seperti saya tulis di awal paragraf. Namun, petugas hanya meminta KTP saya untuk dicocokkan. Alamatnya sama persis dengan di KTP milik ibu saya. Jadi, jika saya tidak mengajak ibu saya maka sebetulnya cetak STNK itu bisa dilakukan.

Pembuatan surat kuasa maupun petugas yang menanyai KTP milik saya itu pun tampaknya bertujuan agar pemilik STNK itu jelas. Artinya, saya bukan calo pengurus cetak STNK 5 tahun. Selain itu untuk membuktikan bahwa saya bukan pencuri motor yang saya urus ini.

Map saya kumpulkan di meja. Beberapa menit kemudian nama ibu saya dipanggil. Saya pun menuju meja tersebut. Petugas memberikan KTP dan kuitansi pembayaran di loket cetak STNK 5 tahun. Saya pun diberitahu, BPKB baru bisa diambil sepuluh hari lagi.

Saya pun harus menunggu lagi. Beberapa menit kemudian, nama ibu saya dan alamat desanya dipanggil. Saya pun bergegas menuju salah satu kasir. Di sinilah saya membayar Rp 152.000,-. Jumlah itu untuk pajak. Lengkapnya yakni Bukti Pembayaran Pajak Daerah PKB/BBN-KB dan SWDKLLJ. Biasanya juga disebut HER. Jadi, cetak STNK 5 tahun ini dengan sendirinya berarti juga HER.

Setelah itu saya masih menunggu STNK yang baru. Begitu saya menunjukkan bukti HER di salah satu loket, STNK masih belum dicetak. Saya pun menunggu di tempat duduk. Beberapa saat kemudian, nama ibu saya dipanggil. Saya pun menuju loket pengambilan STNK yang baru. Di loket ini sudah tidak membayar lagi. Petugas pun meminta saya mengambil plat di sisi barat musola.

Loket yang dimaksud adalah tempat mencetak Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) atau juga disebut dengan plat motor. Di loket ini STNK dikumpulkan sebagai nomor antrean. Semua tahapan umumnya harus antre, tak terkecuali di loket ini. Sampai akhirnya nama ibu saya dipanggil. Saya masuk loket dan diminta tanda tangan sebagai bukti telah mengambil TNKB. Di loket TNKB ini pun tidak ditarik biaya.

Setelah TNKB diberikan maka selesailah cetak STNK 5 tahun. Namun, saat di loket TNKB itu saya sempat bertanya yang juga cetak STNK 5 tahun. BPKB beliau sudah diberikan, sedangkan saya tidak. Saya pun kembali bertanya pada seorang petugas saat saya mengumpulkan map dan memberikan KTP ibu saya. Katanya, ada penyesuaian nomor sehingga BPKB milik ibu saya ini baru bisa diambil sepuluh hari lagi.

Kemudian, saya kembali di loket pengambilan BPKB. Di loket ini ada pemberitahuan secara tertulis. Pengambilan BPKB harus dengan KTP asli dan STNK asli. Sementara itu, Senin 8 Agustus 2010 STNK beserta motornya akan dibawa oleh adik saya ke Surabaya, selesai cetak STNK 5 tahun. Adik saya kuliah di Surabaya. Saya pun diminta memfoto kopi STNK itu di tempat foto kopi. Foto kopi STNK pun ditandatangani oleh petugas sebagai bukti saat mengambil BPKB.

Saya pun mengambil motor di tempat parkir. Tarif parkir sebesar Rp 1000,- pun saya bayar. Saat itu jarum jam menunjuk angka 11.05. Saya langsung pulang, tetapi sempat mampir di warung makan membeli sayur. Saya tiba di rumah sekitar pukul 11.30. Di rumah saya menghitung cetak STNK dengan spesifikasi motor seperti itu menelan biaya Rp 268.000,-. Biaya itu sudah termasuk tarif parkir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar