Kepekaan Perasaan Penulis
Saya mengenal seorang bloger yang berprofesi sebagai guru. Beliau peka terhadap siswa-siswinya. Misalnya, beliau yang saya kenal sebagai guru sejati itu bercerita tentang konsep belajar sejumlah siswanya. Kemudian, meskipun hanya sedikit, dalam satu tulisannya beliau juga menceritakan tentang sejumlah siswanya setelah lulus dari tempatnya mengajar. Sebagai seorang bloger sekaligus penulis, tentu cerita itu dituliskannya dalam blognya.
Sesuatu yang terlintas dalam pikiran beliau, lalu diwujudkan dalam bentuk tulisan. Judul dituliskan. Kata demi kata dirangkai sampai menjadi paragraf. Akhirnya membentuk sebuah wacana. Memang, tidak ada yang sempurna, termasuk tulisan beliau. Namun, saat saya membacanya, ternyata banyak cerita maupun kisah yang bisa dituliskan di kehidupan ini. Bahkan, ada tulisan beliau yang bisa menjadi inspirasi dalam hidup dan bisa membuka wawasan akan kehidupan di dunia ini. Itulah maksud kepekaan perasaan dalam diri penulis. Kepekaan dalam arti yang positif.
Judul itu juga tidak bermaksud mengklaim perasaan seseorang yang hobi menulis itu akan selamanya peka. Mereka yang tidak hobi menulis juga bisa berperasaan peka. Dalam kaitan ini, kelebihan bahasa tulis adalah sifatnya yang detail. Saat penulis mengalami sesuatu hal, lalu menuliskannya secara berkualitas dan kita membacanya secara cermat pula maka kita menangkap maksud penulis. Sekali lagi, itulah hubungan antara penulis dengan kepekaan perasaannya.
Hakikatnya seni menulis seperti seni melukis, seni memahat, seni suara, sampai seni fotografi. Di antara seni itu tentu berbeda bentuknya. Jika dunia tempat tinggal kita ini dianggap terdapat “materi” maka “materi” itulah bahan yang kita tulis, yang kita lukis, yang kita pahat, yang kita nyanyikan, dan yang kita potret. Sebagaimana hasil dari seni-seni itu dapat kita nikmati.
Jika diumpamakan maka seperti seorang anak yang baru lahir. Jika anak tersebut sebagai “materi” kemudian diberi nama (biasanya namanya tertulis di dinding) maka nama itu untuk mengenali si anak nantinya. Sebuah tulisan juga untuk mengenali dunia tempat kita tinggal sekarang ini.
Tulisan juga merupakan salah satu media komunikasi, khususnya oleh manusia. Jika bentuk komunikasi dalam bentuk tulis, yakni di blog atau sejenisnya berkembang dalam satu komunitas misalnya satu sekolah maka betapa luar biasa hasilnya. Setidak-tidaknya saat kita bersedia menulis dan mau membacanya maka kita tahu tentang sesuatu hal. Misalnya, judul “Perpustakaan Masuk Kelas” yang ditulis oleh penulis yang saya ceritakan tadi.
Setidak-tidaknya produk tulisan dengan media sejenis situs pribadi di internet itu bisa membidik pangsa komunitas, misalnya dalam satu sekolah. Sebuah informasi maupun sebuah masalah secara tertulis bisa ditempatkan di situs. Kemudian, orang-orang yang berkepentingan terhadap isi situs yang di senantiasa diperbarui itu memberikan komentar. Akhirnya terjadi timbal balik dalam proses komunikasi.
Jika dari segi komunikasi tulis maka baik situs pribadi yang populer dengan blog dan buku adalah sejajar. Hanya saja blog umumnya dalam bentuk digital, sedangkan buku bisa dalam bentuk konvensional maupun dalam bentuk digital. Bahkan, banyak penulis mengatakan, blog merupakan media yang tepat untuk menjadi seorang penulis.
Selain itu, situs pribadi itu memiliki kelebihan sendiri. Misalnya dari sisi kedekatan penulis dengan kondisi sekolahnya maka seorang penulis akan lebih mengetahui kondisi sekolah beserta segala permasalahannya. Tentu “masalah” itu tidak akan selalu bisa didapatkan di koran nasional, koran lokal, majalah maupun buku.
Di samping itu, betapa pentingnya arus komunikasi dan informasi dalam era sekarang. Sampai-sampai di negara kita dan juga di negara lain ada kementerian komunikasi dan informasi. Di sini kuncinya adalah jaringan internet yang baik dan kesediaan pemakai internet memanfaatkan alat komunikasi ini secara baik dan benar.
Apabila internet itu sebagai alat maka alat itu rasanya tidak bisa menggantikan pemakainya. Alat lebih bersifat pasif, sedangkan pemakainya bersifat aktif. Pemakai di sini adalah kita, manusia. Penulis sebagai manusia rasanya sampai saat ini juga tidak bisa digantikan oleh alat entah itu komputer yang paling canggih sekalipun. Artinya keterlibatan manusia tidak bisa dilepaskan. Terlebih peran penulis-penulis yang antara lain peka perasaaannya.