Senin, 08 November 2010

Les

Les

Itu judul terpendek yang pernah saya tulis. Les itu satu makna dengan “bimbingan, kursus, latihan, pelajaran, tuntunan, tutorial” (Endarmoko, 2006). “Les” biasanya dipakai sebagai bahasa percakapan. Dari itu, les di sini saya artikan sebagai kegiatan guru dan murid secara bersama-sama mempelajari mata pelajaran tertentu di luar jam sekolah. Les biasanya bertempat di rumah seorang guru atau di sekolah.

Khususnya di kampung tempat tinggal saya ini, sekarang kegiatan les agak lebih ramai. Anak dari saudara sepupu saya yang kelas 4 SD, November 2010 ini sebagai bulan kedua mengikuti les di sekolahnya. Mulainya pukul 18.00 sampai dengan 19.00. Dalam seminggu masuk lima kali. Dalam sebulan les itu biayanya Rp 20.000,-. Saudara sepupu saya itu juga berujar, “daripada di rumah anaknya menjadi omelan maka disuruh les saja”.

Anaknya yang laki-laki dan tergolong aktif itu mau. Setiap berangkat dan pulang selalu diantarkan dengan motor. Jarak antara rumah dan sekolah yang masih berstatus swasta itu sekitar 1 km. Lokasi sekolahnya berada di desa sebelah. Saudara sepupu saya itu juga tidak keberatan dengan biaya Rp 20.000,- selama sebulan itu. Anaknya tetangga saya yang juga adik kelas dari anak saudara sepupu saya itu juga ikut les. Di kampung saya, hanya dua anak itu yang sekarang ikut les. Sementara anak-anak yang satu kampung dengan lokasi sekolah itu yang ikut les lebih banyak lagi.

Keikutsertaan anak dari saudara sepupu saya itu pun menunjukkan kegiatan les tidak semata-mata mempelajari dan memperdalam materi pelajaran sekolah. Di satu sisi les lebih sebagai trik menjawab soal-soal ujian. Di sisi yang lain les juga sebagai pengalih perhatian agar ada kegiatan yang bisa dilakukan oleh seorang anak. Selama anak itu mau mengikuti les. Itu pun menyiratkan sekolah juga berfungsi sebagai tempat anak-anak menghabiskan waktunya.

Anaknya tetangga sebelah rumah saya yang sekarang kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP), dulu saat kelas VI SD, beberapa bulan menjelang ujian nasional juga ikut les pada seorang guru yang tinggal di desa sebelah. Setiap pertemuan selama satu jam biayanya Rp 5.000,-. Tetangga saya ini tidak ingin nilai matematika anaknya jelek. Tetangga saya ini juga sangat tidak ingin anaknya tidak lulus saat ujian nasional.

Minat les itu berbeda dengan saat saya SD dulu, antara tahun 1991-1997. Saat itu di kampung saya ini tidak ada murid yang les seperti sekarang ini. Sekarang, tahun 2010 banyak orang tua mengikutkan anaknya les. Bahkan, kegiatan les lebih intensif menjelang ujian sekolah. Khususnya saat akan menghadapi ujian akhir semester maupun ujian nasional.

Minat les itu pun dipengaruhi oleh cap lulus dan tidak lulus dalam ujian nasional. Sebagaimana adanya kebijakan lulus dan tidak lulus mulai dari jenjang SD dan yang sederajat sampai dengan SMA dan yang sederajat. Memang, prestasi akademik bisa menjadi salah satu ukuran, misalnya karier hidup seseorang. Namun, kita juga tahu dalam hidup ini, misalnya kesuksesan secara ekonomi dalam hidup tidak semata-mata diukur dari prestasi akademik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar