Di Balik Skripsi-Saya
Pertanyaan seseorang pada 7 Desember 2010 tentang skripsi di blog ini mengilhami saya menulis judul itu. Dia bertanya apakah judulnya sudah sosiologis. Pertanyaan ini kerap diajukan oleh mahasiswa sosiologi. Pertanyaan itu sekaligus sering menjadi masalah bagi mahasiswa sosiologi. Khususnya saat akan mengerjakan skripsi. Terkait itu, sebagai contoh saya ingin mengungkap kisah singkat di balik skripsi saya.
Saat semester VII saya juga bingung mengenai judul yang hendaknya saya ajukan. Beberapa judul telah saya ajukan pada dosen. Namun, tidak setiap judul disetujui. Di antaranya ada judul yang kadar sosiologisnya sangat rendah. Ada juga satu judul yang disetujui, tetapi saat itu mendapat reaksi yang kurang baik. Khususnya dari sasaran penelitian dalam judul saya itu. Akhirnya, saya tidak jadi meneruskannya.
Saya pun mencari inspirasi judul. Saya mencari contoh-contoh judul di internet. Saya juga mencari dari jurnal-jurnal di perpustakaan. Skripsi-skripsi yang alumni sosiologi Universitas Jember (Unej) hasilkan pun tak luput dari pencarian. Ketika itu saya berharap menemukan inspirasi judul dari koran maupun majalah. Dosen yang bersedia diajak berdiskusi juga saya temui.
Semua upaya itu di tengah-tengah bayangan masa studi. Semester VII itu saya hanya mengerjakan skripsi. Perkuliahan di kelas sudah selesai. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) juga sudah di atas 3,00. Jika dapat menyelesaikan skripsi pada semester VIII maka bisa menghemat waktu, tenaga, dan biaya studi saya. Walaupun pada akhirnya saya ujian skripsi pada semester XI.
Dalam pencarian itu saya ingat karya Weber (1864-1920) tentang The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Dalam penelitian dan tesis tokoh sosiologi tersebut dikatakan perkembangan kapitalisme tidak terlepas dari semangat dalam nilai-nilai ajaran agama Protestan. Weber meneliti ordo dalam Protestan.
Jika Weber meneliti di Protestan, saya berpikir pada Islam. Di Islam untuk kasus Indonesia juga terjadi pada orang-orang Muhammadiyah. Namun, cakupan kajian itu terlampau luas. Akhirnya, saya menemukan aliran sufi dalam Islam. Di internet, saya mengetik kata “sufi” dan “Nganjuk”. “Nganjuk” adalah kebupaten, kampung halaman saya.
Di internet ada sebuah artikel yang menyebut keberadaan Jamaah Lil Muqorrobien di Kelurahan Tanjunganom, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk. Jamaah itu berpusat di Pondok Sufi. Saya juga menemukan artikel lain yang ditulis oleh salah seorang pengasuh sekaligus pengajar SMA di pondok tersebut. Beliau ini pula sebagai petunjuk pertama.
Singkat cerita, saya perlu waktu sekitar dua tahun sampai ujian skripsi pada 26 September 2008. Penelitian sebagai aktifitas atau pekerjaan juga diliputi oleh risiko. Dalam kemampuan diri yang terbatas, entah bagaimana mengungkapkannya. Namun, pengalaman meneliti bidang keagamaan untuk kali pertama, kejenuhan pikiran yang luar biasa dalam menulis skripsi, badai kemalasan yang sering terjadi dalam diri dalam menulis skripsi merupakan beberapa hal mengapa saya sampai butuh waktu dua tahun itu.
Sejumlah orang menilai saya terlalu idealis dalam mengerjakan skripsi. Ada pula yang sepertinya menilai saya terlalu perfeksionis. Bahkan, di antaranya menilai saya hanyut dalam penelitian tentang aliran tasawuf yang dikenal kental dengan hal-hal gaib. Mungkin juga ada yang menganggap bidang keagamaan sangat sulit untuk diteliti.
Di balik itu, umumnya sebuah penelitian yang baik, penentuan sasaran penelitian juga didasarkan atas berbagai pertimbangan. Dalam ilmu sosial, pertimbangan itu bisa berupa kaitan dengan kehidupan sosial, kaitannya dengan politik, hubungannya dengan ekonomi dari rumusan hasil penelitian itu nantinya. Itu semua mengingat jumlah anggota organisasi tersebut mencapai ribuan. Selain itu, sampai sekarang ilmu sosial, khususnya sosiologi juga masih fokus pada gerakan keagamaan.
Apalagi, fenomena organisasi keagamaan memiliki kekuatan sosial. Dalam hubungan sosial, khususnya keagamaan misalnya bagaimana hubungan sosial jamaah itu dengan organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU). Misalnya, hubungannya bersifat konflik ataukah harmonis.
Hubungannya dengan politik, misalnya bagaimana sikap politik organisasi keagamaan tersebut pada partai. Dalam bidang ekonomi, misalnya bagaimana keanggotaan organisasi keagamaan tersebut dalam kegiatan ekonomi. Dalam penelitian saya sendiri lebih fokus pada bagaimana gerakan organisasi keagamaan tersebut. Jadi, juga bergantung dari sudut pandang mana penelitian itu difokuskan.
Sifat detail merupakan sifat dari penelitian, termasuk ilmu sosiologi. Dari sisi informasi, paling tidak orang mengetahui keberadaan aliran tasawuf sebagai organisasi keagamaan. Ini berkaitan dengan sudut pandang yang khas dari sosiologi. Ketiadaan sudut pandang yang khas dari sosiologi itu pula yang mampu mengaburkan identitas sosiologi.
Saya sendiri sering mengalami betapa sulitnya memakai sudut pandang sosiologi. Saya bisa saja terjebak pada penelitian keagamaan sebagaimana dilakukan oleh kalangan perguruan tinggi berlatar belakang keagamaan. Saya juga bisa saja terjebak pada penelitian filsafat maupun teologi.
Tentu penelitian bidang sosiologi agama ini hanya salah satu fokus dari suatu penelitian sosiologi itu sendiri. Masih ada bidang yang lain. Misalnya sosiologi gender, sosiologi pendidikan, dan lain sebagainya. Suatu penelitian juga tidak terlepas dari konteks yang sedang terjadi dan menarik untuk diteliti. Jika bidang sosiologi pendidikan ada yang menarik dan memungkinkan untuk diteliti maka tidak ada salahnya diteliti.
Di balik itu pula, kita tahu di rak perpustakaan terdapat berbagai jenis judul skripsi sosiologi. Semuanya tampak setara, yakni diletakkan dalam rak yang sama. Entah itu skripsi yang tergolong baik atau tergolong jelek. Penghasil skripsi pun bisa lulus. Entah karena alasan batas waktu masa studi seorang mahasiswa atau alasan lainnya. Pada akhirnya, semua kembali pada diri kita masing-masing. Skripsi seperti apa yang akan kita buat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar