Pameran Buku di Kota Kecil
Senin, 6 Desember 2010 sekitar pukul 11.00 saya pergi ke pameran buku di sebuah gedung di pusat kota, Kabupaten Nganjuk. Hari itu merupakan hari pertama pemeran diselenggarakan sampai 12 Desember 2010. Saya sengaja datang di hari pertama dengan alasan persediaan buku di pemeran masih ada. Selain itu, hari pertama biasanya ramai pengunjung. Tarif parkir parkir motor di pameran yang dibayarkan di muka sebesar Rp 2.000,- pun terbilang mahal.
Pukul 11.00 saat itu pembukaan oleh bupati Nganjuk baru saja selesai dilaksanakan. Sejumlah undangan termasuk sebagian pelajar juga turut hadir dalam acara pembukaan tersebut. Rupanya hari itu pelajar di Nganjuk pulang lebih awal. Sebagian di antara mereka menyempatkan diri mampir di pameran tersebut. Mungkin, antara lain, karena keesokannya, 7 Desember 2010 libur 1 Hijriah.
Sebelumnya, penyelenggaraan pameran buku itu telah disosialisasikan. Sampai pameran itu dilangsungkan. Misalnya, spanduk dipasang disejumlah titik seperti di perempatan lampu lalu lintas. Pamfet juga disebar seperti di perpustakaan daerah Kabupaten Nganjuk. Sosialisasi juga dilakukan di sekolah-sekolah, antara lain, secara lisan. Itu dilakukan sebagai upaya pemasaran atau penjualan buku dalam pameran tersebut.
Hari pertama itu pengunjungnya terbilang ramai. Di dominasi oleh pelajar, khususnya SMP dan SMA dan yang sederajat. Itu terlihat mereka masih mengenakan seragam sekolah saat mengunjungi pameran tersebut. Di susul kalangan umum dan kalangan guru. Kalangan-kalangan seperti itulah yang biasanya menjadi konsumen buku.
Pameran buku di kota kecil di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur ini tergolong jarang. Tahun 2009 yang lalu di kota tempat lahir saya ini tidak ada pameran buku. Tentu itu berbeda dengan kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Malang, apalagi Yogyakarta. Pameran buku umumnya memang rutin digelar di kota besar atau kota yang memiliki sejumlah perguruan tinggi.
Saat itu saya sempat menduga pameran buku itu akan sepi pengunjung. Namun, dugaan saya itu keliru dengan ramainya pengunjung di hari pertama. Saat saya datang di kasir terlihat antrean orang membayar buku yang dibelinya. Bahkan, di sejumlah titik tempat buku dikerumuni oleh pengunjung. Utamanya titik yang menawarkan diskon. Bahkan, ada buku yang harganya Rp 1.000,- per buku. Khususnya untuk buku-buku tertentu.
Saya mengambil sebuah buku di tempat yang menawarkan harga Rp 1.000,- per buku. Namun, di buku itu tertera harga Rp 10.000,-. Setelah di kasir ternyata saya harus membayar Rp 10.000,-. Saya heran dengan tawaran harga maupun diskon dalam pameran tersebut. Dalam pamflet maupun spanduk diskonnya ditawarkan 15 % - 70 %. Juga ditawarkan door prize.
Sesuai yang tertulis di spanduk maupun pamflet, pameran itu terselenggara berkat kerjasasama antara salah satu toko buku sekaligus penerbit terkemuka di Indonesia dengan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Nganjuk. Karena itu, pameran itu mirip toko buku terkemuka tersebut yang bertempat di sebuah gedung di Nganjuk. Penataan buku, buku-buku yang dipamerkan atau yang dijual, karpet merah, dan seragam karyawannya pun menunjukkan akan merek dari toko buku tersebut.
Di kabupten Nganjuk sendiri belum ada toko buku besar. Apalagi toko buku terkemuka seperti penyelenggara dalam pameran tersebut. Umumnya toko buku besar itu ada di kota besar, seperti Surabaya, Malang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta. Bahkan, Jember dan Kediri sudah ada toko buku besar. Itu mengingat Jember dan Kediri memiliki kampus.
Jika dibandingkan, Kabupaten Jember juga ada sejumlah penjual buku bekas. Mirip di kota besar seperti Surabaya dan Malang. Tidak hanya menjual buku bekas, tetapi juga buku pelajaran semua jenjang sekolah. Terkadang juga buku-buku hasil jiplakan dari buku populer seperti kamus juga bisa ditemui di penjual buku bekas. Sementara itu di Nganjuk ini belum ada jenis penjual buku seperti di Jember, Surabaya maupun Malang itu.
Di Nganjuk juga ada toko buku, tetapi toko buku kecil. Jumlahnya pun bisa dihitung dengan jari. Umumnya menjual buku pelajaran yang memang penjualannya stabil. Setahu saya hanya ada satu toko buku yang menjual buku umum di kawasan kota. Selain itu, di sebuah kecamatan di Nganjuk juga ada toko buku yang khusus menjual kitab-kitab dalam agama Islam. Keberadaan pesantren di kecamatan itu agaknya juga memengaruhi keberadaan toko buku tersebut.
Nganjuk juga memiliki kampus, antara lain dalam bentuk sekolah tinggi. Namun, tidak sebesar di Surabaya maupun Malang. Dalam hal ini, keberadaan lembaga pendidikan tinggi juga turut memengaruhi potensi sebuah kota. Kiranya inilah yang memengaruhi toko buku besar belum berani mendirikan toko di Nganjuk. Pameran itu pun juga bisa menjadi potret akan konsumen buku di Nganjuk.
Saya sempat melintas pada hari ketiga di gedung tempat pameran buku itu berlangsung. Dari sepeda motor yang terlihat, pengunjung pameran itu terbilang banyak. Kemungkinan hari terakhir, yakni 12 Desember 2010 akan lebih banyak. Apalagi, 12 Desember itu bertepatan dengan tes tulis Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD). Tak terkecuali tes tulis CPNSD Nganjuk yang akan berakhir tengah hari. Kemungkinan sebagian peserta CPNSF akan mengunjungi pameran yang buka mulai pagi sampai malam hari itu.
Puguh Utomo, alumnus Unej,
tinggal di Nganjuk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar