Bergantung Pada Orangnya
Apakah seorang sarjana akan lebih kaya daripada lulusan SMA? Apakah lulusan IPA akan senantiasa sukses daripada lulusan IPS maupun bahasa? Apakah orang yang kaya itu selalu bahagia? Apakah orang yang miskin itu selalu tidak bahagia? Kiranya masih banyak sederet pertanyaan-pertanyaan maupun pernyataan-pernyataan lainnya.
Mungkin di antara kita pernah terlibat perbincangan seputar satu atau dua yang berkaitan dengan pertanyaan di atas. Saya sendiri pernah terlibat dalam perbincangan berkait dengan pertanyaan pertama di atas. Dalam perbincangan itu muncul pernyataan “bergantung pada orangnya”.
Pada akhirnya memang bergantung pada orang sebagai pelaku. “Pelaku” ini kita anggap sebagai “dia”. Artinya pula jika kita menilai sesuatu kita juga perlu menilainya dari sudut pandang mana. Misalnya pertanyaan apakah seseorang sarjana akan lebih kaya daripada lulusan SMA? Barangkali kita tahu jawabannya. Mungkin kita mendasarkan pada orang-orang di sekitar kita. Ada seorang sarjana, tetapi kekayaannya kalah dengan lulusan SMA. Ada juga seorang sarjana yang kekayaannya melebihi kekayaan seorang lulusan SMA.
Seseorang kaya hanya dengan lulus SMA karena mungkin orang tuanya kaya. Seseorang bisa mengelola kekayaan dari orang tuanya bersama pasangan hidupnya. Misalnya lulusan SMA itu diserahi toko serba ada oleh orang tuanya. Sementara ada lulusan sarjana yang hanya mengandalkan dia diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) walaupun pada akhirnya dia tidak bisa menjadi PNS. PNS nyatanya hanya impian bagi si sarjana.
Pertanyaan-pertanyaan di atas sebetulnya sebuah dramatisasi. Kita memang sah-sah saja saat dihadapkan pada sesuatu, lalu kita berkata “bergantung pada orangnya”. Namun, kita juga perlu ingat, dalam kasus-kasus tertentu dalam memandang sesuatu itu hendaknya juga melihatnya tidak hanya dari si pelaku semata.
menyandingkan tingkat pendidikan dengan kekayaan sepertinya bukan hubungan yang sangat korelatif. menurut saya kalau mau melihat kekayaan seseorang dilihat dari background pendidikan sebaiknya dilihat dari seberapa berpengaruhnya ilmu yang telah ditempuh itu memberikan manfaat bagi seseorang dalam menjalani kehidupan. masih banyak yang terperangkap dalam mindset bahwa sekolah = mencari kerja dengan gaji layak. yang benar adalah sekolah itu untuk menuntut ilmu. lah, di satu sisi, ada orang yang (cukup) menuntut ilmu sampai SMU saja karena 'ilmu' yg dia butuhkan untuk jenis kerjaannya memang tidak mensyaratkan utk dituntut yg lebih tinggi lagi, setelah itu dia praktekkan ilmu itu sembari belajar sambil 'jalan'. biasanya orang2 demikian yang dekat dengan kesuksesan, mereka tau apa yang mereka mau, mempunyai konsep hidup yg jelas, dan berusaha meraihnya sesuai dengan kemampuan (ilmu) yang sudah dimilikinya. dan biasanya orang2 seperti ini juga mempunyai sifat nrimo dan mau susah dulu. jadi, untuk orang yang terus 'belajar' memahami dirinya dan senantiasa berusaha dengan sungguh2, bukan hal yang mustahil kesuksesan segera membagi seberkas senyumnya. dan kalau sukses itu (selalu) kamu identikan dengan kekayaan, yah, susah sekali untuk mendefinisikannya. yang lebih baik sih, belajar, berdoa, dan berusaha dengan sungguh-sungguh. Good luck ya hehehe ;=)
BalasHapusKuncinya juga memang mengenali diri dalam situasi yang seseorang hadapi.
BalasHapus