Rabu, 18 Agustus 2010

Blogging Ini Sia-Sia?


Gambar diunggah dari sini.

Blogging Ini Sia-Sia?

Malam hari, Rabu, 28 Juli 2010 kedua orang tua saya menyinggung tentang kebiasaan saya ke warung internet (warnet) dan perpustakaan. Ibu-bapak saya mengatakan dua kebiasaan itu sia-sia, tidak menghasilkan uang. Nanti jika sudah berumah tangga sebaiknya kebiasaan itu ditinggalkan. Mertua dan istri bisa marah-marah karena kebiasaan itu. Orang tua saya itu belum pernah membuka internet.

Menurut mereka, internet itu hanya untuk pelajar maupun mahasiswa. Saat tidak menjadi pelajar maupun mahasiswa maka sebaiknya tidak pergi ke warnet. Ke warung internet hanya buang-buang waktu, tenaga, dan uang. Meskipun melarang saya keras secara kata, tetapi mereka tidak keras secara perbuatan.

Kedua orang tua saya lebih berbicara “hasil”. Sementara saya berbicara “proses”. Hal itu memengaruhi perbedaan pandang antara saya dan kedua orang tua saya. Menurut orang tua saya, “hasil” ini berarti menghasilkan uang. Sementara “proses” menurut saya itu menjadi bagian dari keinginan saya yang sudah satu tahun lebih ini belum terwujud, yakni menjadi guru sosiologi di Nganjuk. “Proses” berarti belum menghasilkan uang. Saya menyadari pandangan orang tua saya itu.

Saya berpikir, status guru sosiologi itu mungkin bisa memudahkan saya dalam membaca koran maupun memanfaatkan internet. Membaca koran inilah salah satu alasan utama saya pergi ke perpustakaan, selain meminjam buku. Umumnya lembaga pendidikan berlangganan koran. Jika saya membaca koran di internet maka saya akan membayar tarif internet. Sementara jika saya membaca koran di perpustakaan maka saya tidak perlu bayar. Paling-paling saya mengeluarkan sedikit uang untuk bensin motor.

Saya merasa tidak bisa menulis, tanpa membaca, misalnya koran. Saya merasa membaca koran merupakan kebutuhan bagi saya. Terkadang saya menemukan informasi baru di koran. Koran yang juga merupakan tulisan itu secara tidak langsung dapat memengaruhi alam bawah sadar saya dalam menulis.

Kemudian, jika menjadi guru sosiologi, blog itu menjadi media saya dalam berkomunikasi. Entah dengan siswa, sesama guru, wali murid atau siapa pun dalam jejaring sosial di dunia maya. Mungkin jika siswa saya sudah lulus maka internet dapat dimanfaatkan sebagai sarana komunikasi yang baik. Seiring bertambahnya pengguna internet, syukur bisa seperti popularitasnya “keong racun” meskipun hanya sesaat.

Selain itu, blogging ini saya niatkan menjadi upaya saya menjadi penulis. Namun, sampai sekarang saya tidak begitu tahu apa sebaiknya yang saya tulis. Tulisan saya tidak seperti Andrea Hirata dengan tulisan sains-fiksinya. Bukan juga seperti buku hariannya Ahmad Wahib yang “bergolak”. Bukan pula seperti blog-nya Raditya Dika yang banyol atau penulis-penulis yang tenar lainnya. Saya hanya ingin menikmati kebiasaan atau hobi saya dalam menulis.

Saya blogging atau ngeblog sejak akhir 2008. Semenjak itu sampai Agustus 2010 ini saya berusaha rutin mempublikasikan tulisan atau artikel setiap bulannya. Setiap bulannya rata-rata ada tiga sampai empat artikel. Saya biasanya mempublikasikan artikel saya itu setiap seminggu sekali. Jadi, setidak-tidaknya saya pergi ke warnet seminggu sekali. Akan tetapi, rata-rata saya seminggu dua kali, sesuai kebutuhan. Satu kali ke warnet biasanya saya mengambil paket dua jam dengan tarif saat ini Rp 5.000,-.

Maklum, di warnet itu saya tidak semata-mata mempublikasikan tulisan. Terkadang saya mengunduh lagu dalam format mp3. Sesungguhnya pengunduhan itu tergolong ilegal sebab melanggar hak cipta. Namun, mudah saja mengunduh lagu di internet sebab ada situs yang menyediakannya. Lagi pula jika membeli dalam bentuk kaset maka akan lebih mahal dan tidak praktis. Selain itu, saya juga tidak memperbanyak lagu yang saya unduh untuk tujuan komersial.

Blogging sendiri bermakna luas. Artinya, tidak melulu pada karya tulis. Kiat-kiat dalam dunia software maupun hardware dalam komputer juga tergolong blogging. Setidak-tidaknya blogging itu seorang blogger menyuguhkan sesuatu yang baru, yang orisinil di dunia maya dalam batas-batas tertentu, tidak melanggar hukum.

Saya pun sadar, produk dari seni tulis (tulisan di blog, buku, koran, dsb) ini masih kalah populer dengan, misalnya produk seni suara yang dihasilkan oleh musisi-musisi Indonesia. Produk dari seni tulis oleh penduduk di negara ini masih dianggap sebagai hal yang jelimet dan kalah menghibur dengan nyanyian.

Saya sesungguhnya malu menulis atau curhat seperti ini. Tulisan saya cenderung tentang sedih yang saya alami. Isinya hal-hal yang pesimis. Namun, saya merasa curhat seperti ini masih dalam batas-batas yang wajar. Dalam teori menulis sebagai terapi mungkin kebiasaan saya ini bagus. Namun, dari segi ketegaran diri maka saya hendaknya mengikuti seperti saran-saran, misalnya dari buku motivasi maupun buku seri penyejuk hati seperti Jangan Bersedih (2004). Namun, terkadang betapa sulitnya suatu masalah saat kita mengalami sendiri.



2 komentar:

  1. Asssalamu'alaikum Wr. Wb.

    Kunjungan pagi. Semoga Panjenengan selalu bersemangat menulis.

    Saya bisa mengerti perasaan orngtua mas Puguh. kalau boleh memberi saran, sebaiknya banyak membaca buku-buku motivator. Di dalamnya ada ilmu mengontrol pikiran. saya pikir ilmu ini penting sekali. Saya selalu menyarankan siswa saya untuk membaca pada saat mereka sedang membangun impian / menentukan tujuan hidup mereka dan ternyata banyak yang berhasil.

    Semangat ...semangat!

    BalasHapus